Seorang pemuda asal Tiongkok harus mengungsi ke HongKong pada tahun 1940 karena perang. Ayahnya meninggal saat ia masih muda karena penyakit TBC. Namun hal tersebut tidak menghentikannya untuk terus berusaha sampai akhirnya saat ini menjadi salah satu orang terkaya di dunia. Pria yang bernama Li Ka Shing itu kemudian dikenang hingga sekarang ini. Li Ka Shing sukses mengampanyekan semangat memberi.
Credit to Chandra Dwiyanto |
Sementara, nasib berbeda dialami oleh Dewa Kipas. Akibat kebrengsekannya yang berani melawan grandmaster catur dunia bernama Levy (padahal sudah jelas menggunakan cheat), mungkin dia bakal terus dikenang dalam sejarah. He is in memoriam because the bad thing that he already did. Andaikan dia main sportif dan menerima keputusan dari pihak Gotham Chess, nama Dewa Kipas tetap bakal dikenal. Tak setiap hari ada orang yang bisa menantang seorang grandmaster dalam sebuah permainan online. Rekam jejaknya bisa ia manfaatkan dalam hal mendulang uang (misalnya).
Untuk kalian sendiri, kalian lebih suka menjadi yang mana? Seperti Li Ka Shing atau Dewa Kipas? Dikenang karena hal baik atau yang kurang baik? Mati sebagai good man atau wicked man? Pilihannya berada di tangan kita.
Sebagai kata-kata penutup, Robert Louis Stevenson pernah berkata, "You can't love without giving, you can't give without loving."
Comments
Post a Comment
Pembaca yang baik adalah yang sudi mau meninggalkan komentar. ^_^
Nice reader is the one who will leave lot of words in the comment box. ^_^