Wahyu 12:1-9Maka tampaklah suatu tanda besar di langit: Seorang perempuan berselubungkan matahari, dengan bulan di bawah kakinya dan sebuah mahkota dari dua belas bintang di atas kepalanya. Ia sedang mengandung dan dalam keluhan dan penderitaannya hendak melahirkan ia berteriak kesakitan. Maka tampaklah suatu tanda yang lain di langit; dan lihatlah, seekor naga merah padam yang besar, berkepala tujuh dan bertanduk sepuluh, dan di atas kepalanya ada tujuh mahkota. Dan ekornya menyeret sepertiga dari bintang-bintang di langit dan melemparkannya ke atas bumi. Dan naga itu berdiri di hadapan perempuan yang hendak melahirkan itu, untuk menelan Anaknya, segera sesudah perempuan itu melahirkan-Nya. Maka ia melahirkan seorang Anak laki-laki, yang akan menggembalakan semua bangsa dengan gada besi; tiba-tiba Anaknya itu dirampas dan dibawa lari kepada Allah dan ke takhta-Nya. Perempuan itu lari ke padang gurun, di mana telah disediakan suatu tempat baginya oleh Allah, supaya ia dipelihara di situ seribu dua ratus enam puluh hari lamanya. Maka timbullah peperangan di sorga. Mikhael dan malaikat-malaikatnya berperang melawan naga itu, dan naga itu dibantu oleh malaikat-malaikatnya, tetapi mereka tidak dapat bertahan; mereka tidak mendapat tempat lagi di sorga. Dan naga besar itu, si ular tua, yang disebut Iblis atau Satan, yang menyesatkan seluruh dunia, dilemparkan ke bawah; ia dilemparkan ke bumi, bersama-sama dengan malaikat-malaikatnya.
Ada seorang anak manusia yang pernah berkata seperti ini: "Gue kalau baca kitab Wahyu, itu kayak lagi baca kisah-kisah dongeng atau fantasi, Bro. Nggak jauh berbeda kayak cerita Saint Seiya atau Final Fantasy." Malah ada yang beranggapan bahwa apa yang ditulis oleh Rasul Yohanes itu sebagai bahasa perumpamaan. Mungkin saja naga itu hanya merupakan sebuah analogi atau pengandaian (yang bisa saja mungkin terjadi di dunia ini kelak, cepat atau lambat).
(Baca: "Nubuatan dalam Fiksi")
(Baca: "Nubuatan dalam Fiksi")
Untuk beberapa alasan, ada beberapa hal yang tidak menganggap serius hal-hal seperti mimpi atau penglihatan. Mereka mengiranya hanyalah fiksi, khayalan, atau fantasi belaka.
Bagaimana dengan potongan beberapa gambar tersebut? Mengerikan? Pastinya. Tapi untuk mereka yang sudah terbiasa dengan ilmu kebatinan, itu bukan hal mengerikan. Bagi mereka, itu hal biasa; hanyalah sebuah dongeng pengantar tidur, yang tak jauh berbeda dari sebuah fairy's tale. Namun untuk sebagian, karena sifatnya yang memang mengerikan dan cenderung berbahaya (apalagi hal-hal seperti itu memang memiliki konotasi negatif di masyarakat), mereka memilih untuk meletakan hal-hal seperti gambar ilustrasi itu dalam lingkup fiksi atau fantasi. "Cukup tau aja, Bro. Nggak perlu diterusin. Udah tau, ya udah, berikutnya live my life again. Lagian hal-hal kayak gitu berbahaya." ujar seseorang lagi. Padahal hal-hal seperti itu sungguh ada. Ada beberapa orang yang sejak remaja, berkumpul di suatu tempat (umumnya di rel kereta api atau terowongan), dan mereka melakukan semedi dan meditasi. Tujuan semedi itu rata-rata sama: untuk mengumpulkan ilmu/kesaktian. Ilmu itu bisa berupa apa saja. Ada yang ingin agar cepat populer, cepat kaya, dimudahkan soal asmara, hingga minta agar tidak mengalami kesulitan belajar di sekolah.
Lalu, karena sifatnya yang lebih halusinatif, tak jauh berbeda dengan orang yang mabuk, saat seseorang mendapatkan mimpi atau penglihatan, entah siapapun orang tersebut, mereka lebih memilih untuk tidak menyeriusinya. Beberapa malah lebih memilih untuk menganggapnya suatu imajinasi (apalagi hal-hal seperti mimpi dan penglihatan memang umumnya datang dari otak kanan). Yah karena mereka beranggapan itu bisa saja belum tentu terjadi; masih dalam angan-angan atau pikiran. Apalagi kebanyakan orang cenderung ingin hidup secara normal dan dianggap normal. Mereka ingin hidupnya biasa-biasa saja, walau yah kita tahu, Sang Pencipta bisa menggunakan siapa saja untuk menyampaikan pesannya dalam bentuk mimpi, penglihatan, dan pertanda. Di salah satu kitab suci saja, Raja Salomo (atau Sulaiman) pernah ditampakan suatu penglihatan dalam mimpinya. Yusuf, hanyalah seorang tukang kayu, dia orang biasa, namun malaikat Allah datang padanya dan menyampaikan pesan agar mengambil Maria yang tengah mengandung sebagai istrinya.
Tak heran memang orang cenderung tertutup untuk hal-hal bersifat kebatinan, spritual, supranatural, maupun alam roh (dunia tak kasatmata). Untuk beberapa alasan, mereka cenderung menghindar. Mereka lebih suka membicarakan hal-hal lainnya. Mereka lebih suka hidup normal dan dianggap normal. Beberapa malah--karena memiliki sejumlah agenda dalam pikirannya--lebih memilih untuk bermuka dua atau mengenakan topeng. Karena, jujur saja, untuk benar-benar bersikap jujur dan terbuka itu dibutuhkan kenekatan dan mental yang luar biasa. Makanya ada yang bilang, "Berani jujur dan terbuka itu hebat!"
Tapi sekeras apapun mereka mencoba untuk hidup secara normal (yang terkadang definisi normal juga masih abstrak; cenderung berbeda-beda untuk tiap orang), kalau Sang Pencipta sudah menyampaikan pesan ilahinya (seringkali lewat mimpi, yang sering disebut sebagai wangsit), jangan disangkal dan dielak; juga jangan disalahgunakan. Sang Pencipta bisa menggunakan siapa saja, yang bisa dari golongan, kalangan, suku, hingga agama serta keyakinan apapun. Belum lagi tiap orang sudah dianugerahi banyak bakat, karunia, talenta, gift, atau apapun namanya oleh Sang Pencipta langsung. Bijak-bijaklah dalam menggunakannya. Berhati-hatilah juga, sebab Sang Pencipta bisa sewaktu-waktu meminta pertanggungjawaban.
Sah-sah saja ingin hidup normal, berlaku normal, dan dianggap normal. Tapi tetap haruslah diingat, jangan dipinggirkan dan dianggap remeh hal-hal tertentu, terlebih untuk beberapa hal yang jadi topik pembahasan tulisan ini. 'Mereka' itu ada, namun tidak ada. Antara ada dan tiada.
Bagaimana dengan potongan beberapa gambar tersebut? Mengerikan? Pastinya. Tapi untuk mereka yang sudah terbiasa dengan ilmu kebatinan, itu bukan hal mengerikan. Bagi mereka, itu hal biasa; hanyalah sebuah dongeng pengantar tidur, yang tak jauh berbeda dari sebuah fairy's tale. Namun untuk sebagian, karena sifatnya yang memang mengerikan dan cenderung berbahaya (apalagi hal-hal seperti itu memang memiliki konotasi negatif di masyarakat), mereka memilih untuk meletakan hal-hal seperti gambar ilustrasi itu dalam lingkup fiksi atau fantasi. "Cukup tau aja, Bro. Nggak perlu diterusin. Udah tau, ya udah, berikutnya live my life again. Lagian hal-hal kayak gitu berbahaya." ujar seseorang lagi. Padahal hal-hal seperti itu sungguh ada. Ada beberapa orang yang sejak remaja, berkumpul di suatu tempat (umumnya di rel kereta api atau terowongan), dan mereka melakukan semedi dan meditasi. Tujuan semedi itu rata-rata sama: untuk mengumpulkan ilmu/kesaktian. Ilmu itu bisa berupa apa saja. Ada yang ingin agar cepat populer, cepat kaya, dimudahkan soal asmara, hingga minta agar tidak mengalami kesulitan belajar di sekolah.
Lalu, karena sifatnya yang lebih halusinatif, tak jauh berbeda dengan orang yang mabuk, saat seseorang mendapatkan mimpi atau penglihatan, entah siapapun orang tersebut, mereka lebih memilih untuk tidak menyeriusinya. Beberapa malah lebih memilih untuk menganggapnya suatu imajinasi (apalagi hal-hal seperti mimpi dan penglihatan memang umumnya datang dari otak kanan). Yah karena mereka beranggapan itu bisa saja belum tentu terjadi; masih dalam angan-angan atau pikiran. Apalagi kebanyakan orang cenderung ingin hidup secara normal dan dianggap normal. Mereka ingin hidupnya biasa-biasa saja, walau yah kita tahu, Sang Pencipta bisa menggunakan siapa saja untuk menyampaikan pesannya dalam bentuk mimpi, penglihatan, dan pertanda. Di salah satu kitab suci saja, Raja Salomo (atau Sulaiman) pernah ditampakan suatu penglihatan dalam mimpinya. Yusuf, hanyalah seorang tukang kayu, dia orang biasa, namun malaikat Allah datang padanya dan menyampaikan pesan agar mengambil Maria yang tengah mengandung sebagai istrinya.
Tak heran memang orang cenderung tertutup untuk hal-hal bersifat kebatinan, spritual, supranatural, maupun alam roh (dunia tak kasatmata). Untuk beberapa alasan, mereka cenderung menghindar. Mereka lebih suka membicarakan hal-hal lainnya. Mereka lebih suka hidup normal dan dianggap normal. Beberapa malah--karena memiliki sejumlah agenda dalam pikirannya--lebih memilih untuk bermuka dua atau mengenakan topeng. Karena, jujur saja, untuk benar-benar bersikap jujur dan terbuka itu dibutuhkan kenekatan dan mental yang luar biasa. Makanya ada yang bilang, "Berani jujur dan terbuka itu hebat!"
Tapi sekeras apapun mereka mencoba untuk hidup secara normal (yang terkadang definisi normal juga masih abstrak; cenderung berbeda-beda untuk tiap orang), kalau Sang Pencipta sudah menyampaikan pesan ilahinya (seringkali lewat mimpi, yang sering disebut sebagai wangsit), jangan disangkal dan dielak; juga jangan disalahgunakan. Sang Pencipta bisa menggunakan siapa saja, yang bisa dari golongan, kalangan, suku, hingga agama serta keyakinan apapun. Belum lagi tiap orang sudah dianugerahi banyak bakat, karunia, talenta, gift, atau apapun namanya oleh Sang Pencipta langsung. Bijak-bijaklah dalam menggunakannya. Berhati-hatilah juga, sebab Sang Pencipta bisa sewaktu-waktu meminta pertanggungjawaban.
Sah-sah saja ingin hidup normal, berlaku normal, dan dianggap normal. Tapi tetap haruslah diingat, jangan dipinggirkan dan dianggap remeh hal-hal tertentu, terlebih untuk beberapa hal yang jadi topik pembahasan tulisan ini. 'Mereka' itu ada, namun tidak ada. Antara ada dan tiada.
Comments
Post a Comment
Pembaca yang baik adalah yang sudi mau meninggalkan komentar. ^_^
Nice reader is the one who will leave lot of words in the comment box. ^_^