[POSTINGAN INI TAK BERMAKSUD RASIS]
Saat membaca postingannya Niar ini, tiba-tiba saja ingatanku terbawa ke masa-masa aku masih SMP. Aku punya suatu kenangan khusus soal bahasa daerah atau kebudayaan suatu daerah, khususnya kebudayaan Batak yang jadi akarku. Bukan mau rasis juga yah, hanya mau berbagi saja soal pengalaman unikku ini. Jadi... ceritanya kurang lebih begini.
Aku SMP di sebuah SMP swasta dekat rumah... ralat deh, tapi dekat perumahan dimana aku tinggal. SMP-ku ini tak begitu tenar, sering diremehkan oleh orang lain, plus anak sekolah lain. Katanya sih mutunya rendah, tapi entah kenapa aku nyaman-nyaman saja di sana; walaupun ada benarnya juga, mengingat pergaulannya agak rentan. SMP-ku (SMP Markus, red) ini tiap kelasnya memiliki dua kubu. Maksudku ini, kelas satunya ada dua: kelas 1-1 dan kelas 1-2. Begitu maksudku, lho!
Nah aku sendiri -- dari kelas 1 hingga kelas 3 -- selalu kebagian di kubu pertama. 1-1, 2-1, 3-1, dan kata orang itu kubunya orang-orang pintar. Sok tahu yah mereka? Hehehe. Faktanya, kelasku itu biangnya.... hmmm, terserah deh kalian mau mikirnya apa. Yang jelas, teman-temanku ini selalu bikin pusing tiap guru yang mengajar.Tiap kali guru mengajar, mereka selalu sibuk dengan dunianya sendiri. Bising banget deh pokoknya kelasnya, tapi entah kenapa selalu mengasyikan. :P
Berbicara soal keunikan kelasku -- atau sekolahku, pada umumnya itu, keunikannya itu ialah... kami semua nyaris seragam. Bukan soal pakaian, tapi soal identitas kedaerahan. Kami semua nyaris berasal dari satu pot yang sama, yaitu dari Sumatera Utara. Padahal sekolahku itu berada di provinsi Banten, kota Tangerang, dan juga lingkungan sekitarnya itu lebih akrab dengan budaya Betawi dan Tionghoa; juga sekolahnya itu juga sebetulnya sekolah swasta umum, bukan khusus satu etnis saja. Aku jadi merasa seperti di sebuah lapo saja, kawan-kawan. Soalnya banyak marga Batak yang kuketahui ada di sana seperti Marpaung, Malau, Hutagalung, Silitonga, Simanungkalit, Sinaga, Rajagukguk, Panggabean, Simbolon, Gultom, dan masih banyak lainnya. Itu juga belum termasuk di kelas sebelah yang ada si Nababan atau si Napitupulu. Juga belum termasuk guru-gurunya. Bahkan wali kelasnya juga Batak, dari kelas 1 hingga kelas 3 (Dua kali Pak Hutasoit jadi wali, sisanya Bu Silaen).
Unik, kan? Dan kalau kita mau reunian, mungkin tempat terbaik itu bisa di lapo. Bisa minum tuak, makan Panggang, nyanyi-nyanyi lagu Batak, ataupun ngerumpi-ngerumpi -- dengan suara keras -- yang memang kebiasaan orang Batak kalau sudah berkumpul di suatu Batak. Benar-benar unik kan kalau sampai jadi nyata? Huehehe. Unik-lah saat melihat sebuah lapo dikuasai oleh sekelompok orang yang merupakan alumnus sebuah sekolah. Serasa lapo pribadi, gitu.
Keunikan tersebut membuatku jadi familiar dengan beberapa kosakata bahasa Batak, beserta budayanya. Aku jadi tahu apa itu makna pariban yang berarti putri dari paman kita. Aku juga tahu beberapa kosakatanya, termasuk kata-kata kasarnya. Salah satunya itu Bodat yang artinya itu... ehem, monkey. Atau kalimat berikut ini: "Dang adong hepengmi," Itu kurang lebih, "Tak ada uangku," Guru-gurunya -- yang orang Batak, tentunya -- kadang suka menyelipkan kosakata Batak sewaktu mengajar. Ada lho, guruku yang logat Bataknya masih kental, namanya itu Ibu Herta Panjaitan. Nggak dibuat-buat dan memang seperti itu cara bicaranya. Tak heran juga, sekarang ini, tiap kali ada yang berbicara bahasa Batak, aku lumayan ngeh.
Selain bahasanya, guru musikku yang juga orang Batak pernah mengajari aku dan kawan-kawanku lagu-lagu Batak. Salah satunya itu Sigulempong. Dan itu juga jadi lagu favoritnya. Suka saja dengan nada dan liriknya, apalagi pas bagian: " Sigule.... sigulempong.... sigule-gule...." Itu doang malah yang aku hapalnya. Kacau yah? Huehehe.
Gimana? Unik kan? Aku yakin, belum pernah ada atau mungkin jarang yang memiliki pengalamanku ini: bersekolah di sebuah sekolah swasta umum, namun nuansa suatu etnis kedaerahannya (Batak) begitu terasa sekali. Tak heran pula, ikatan kekerabatanku dengan teman-teman SMP-ku ini lumayan erat. Beberapa orang malah kuanggap, more than just a friend. :D
"Postingan ini diikutsertakan di Aku Cinta Bahasa Daerah Giveaway"
goodluck ya, kok gak ada contoh bahasa bataknya
ReplyDeleteMasak sih nggak ada? Coba baca lagi baik2, bu... :P
ReplyDeleteWaktu kuliah dulu aku suka ngrecokin temenku yang orang Batak buat ngajarin aku Bahasa Batak sama aksara Batak. Tapi, sekarang aku udah lupa aksaranya. Dulu temenku bilang Bahasa Batak itu ada macem2, ada Karo, dll. Temenku dulu ngajarin Batak Toba. Sayang dulu cuma belajar dikit doang.
ReplyDeletekeren banget banyak orang batak yaa mas disekitarnya, lebih asyik :D
ReplyDeleteMakasih udah ikutan, di catetet PESERTA :D
more than just freinds.....
ReplyDeleteapakah itu seperti ungkapan aq mencintai mereka dan ditujukan ke seorang anak laki-laki, dan laki-laki lainnya..??
:P
tabo nai bah ito :) tau gak artinya nuel ? hehe
ReplyDeleteSeru juga ya sekolahnya gerombolan batak :)
@ Dihas:
ReplyDeleteMaksudku sebagai saudara, has... Hahaha
@ Uli:
Gak tau apaan. hahaha
nah aku kalau soal bahasa batak cuma bisa HORAS!!!!hihihihihii
ReplyDelete