Untuk novel aku, "Me Déjàvu" (yang terbit di FIZZO), aku mohon maaf atas kekisruhan yang terjadi. Sungguh aku sebetulnya tidak nyaman. Juga, aku tak bermaksud negatif saat menuliskannya.
Yah, memang "Me Déjàvu" itu dari kisah nyata (yang dari satu pergumulan aku yang tidak ke semua orang aku ceritakan, sebab tak semua orang bisa menerima serta mencernanya dengan baik dan benar). Sepertinya beberapa pembaca sudah mengerti itu tentang apa (yang di bulan Februari 2019, ada teman perempuan aku yang berkata aku gegabah dan tak melihat realita yang terjadi). Percayalah, aku tak berniat negatif apalagi jahat. Pun, aku tahu tengah terjadi apa (Hey, aku belum tutup mata dengan segala pemberitaan). Aku hanya coba menuliskan apa saja yang aku sudah alami, rasakan, dan ketahui. Mungkin kisahku yang tertuang ke "Me Déjàvu" tersebut, bisa menjadi satu pembelajaran yang bagus, walau aku masih meragu apakah benar hanya aku yang satu-satunya mengalami itu semua. Plus, tentang si perempuan, bagaimana pula kisahnya dari sudut pandangnya. Meskipun demikian, tentang sudut pandang si perempuan, aku tak mempermasalahkan. Aku hanya bercerita via "Me Déjàvu" dari sudut pandang aku. Secara apa adanya.
Salahkah?
Apakah itu sebuah dosa, menjadikan satu pergumulan yang orang lain belum tentang alami, menjadi sebuah karya (baca: novel online)? Dosakah itu?
Kenapa aku memilih untuk menjadikan kisahku yang membuat aku diledeki halu itu menjadi sebuah novel? Alasan pertama, uang. Novel-novel online aku di beberapa aplikasi novel tak kunjung berbuah (baca: dalam bentuk uang). Kupikir, bagaimana jika cerita masa lalu aku yang "itu" dijadikan novel saja, yang sambil berharap uang berdatangan. Mungkin juga beberapa orang akan memaklumi diriku dan beberapa tulisan di IMMANUEL'S NOTES (yang sebagian sudah dihapus), jika aku mulai bercerita tentang apa saja yang kualami sejak 2015. Sambil menyelam, minum air. Orang-orang mulai memahami, dan mungkin uang bisa berdatangan.
Alasan berikutnya, aku berharap kisah masa laluku itu--yang menjadi novel"Me Déjàvu", itu bisa menjadi satu lesson atau pembelajaran. Aku rasa tak ada salahnya menceritakan pengalaman pribadi yang menyerempet ke alam mimpi, dunia supranatural, dan dimensi tak kasatmata. Mungkin jika aku menceritakannya secara runut (via "Me Déjàvu"), orang-orang makin memahami, dan aku harapkan juga, ada pelajaran-pelajaran yang bisa dipetik. Garis bawahi kalimat sebelumnya, karena aku selalu menulis demi hal-hal baik, positif, dan mulia. Selalu ada alasan tersendiri, aku menuliskan sesuatu hal, dan pasti ujung-ujungnya aku harap pembaca bisa mengambil hikmah dari tulisanku tersebut.
Begitulah.
Sekali lagi, aku mohon maaf jika ada pihak-pihak yang merasa terusik sejak chapter pertama "Me Déjàvu" rilis di FIZZO. Intinya, tujuan novel "Me Déjàvu" dibuat bukan untuk sesuatu negatif apalagi jahat. Pansos? Panjat sosial? Katakan saja begitu--namun secara positif tentu saja.
Terakhir, terima kasih kepada kalian yang sudah mau membaca "Me Déjàvu" sampai chapter ke dua belas. Keep reading "Me Déjàvu", always stay tuned!
Comments
Post a Comment
Pembaca yang baik adalah yang sudi mau meninggalkan komentar. ^_^
Nice reader is the one who will leave lot of words in the comment box. ^_^