Berlindung di Balik Nama Orang Lain

 














Aku baru menyadari bahwa masing-masing dari kita lebih nyaman beropini di media sosial, jika membawa-bawa orang lain. Syukur-syukur jika yang kita seret ke opini (dangkal) kita itu adalah pendapat dari orang terkenal, yang kita rasa telah teruji, lebih berkapabilitas, dan, pokoknya, wah, sekali, yang saking wah-nya, kita yakin teman-teman di lingkaran kita pasti menganggap kita keren. 

Misalnya, aku menulis seperti ini di status Facebook aku: 


"Sadarilah dan syukurilah. Dengan kita lahir ke bumi ini, jangan sombong, sebab kita akan kembali melalui jalan yang sama saat kita ke bumi. Jalankan amanah di bumi. Tiada arti nilai jabatan dan tahta. Tubuh ini tiada nilai dan terukur. Tubuh ini begitu mahal dan indah--sebagai titipan yang harus dijaga serta di sucikan."


Ah, kan, Nuel Lubis bukan siapa-siapa. Siapa, sih, si Nuel Lubis. Dia hanya anak kemarin sore yang sok ngartis, yang kata-katanya suka sokiye. Tak perlu didengar. Abaikan, abaikan. Diacuhkan saja. 

Akan tetapi, itu akan berbeda ceritanya, jika aku tambahkan ke dalam status Facebook di atas tersebut, bahwasanya aku hanya mengutip kata-kata dari salah seorang pendeta kondang (Yah, pikirkan sendiri saja siapa pendeta atau tokoh agamanya!). Langsung, deh. Mungkin aku akan menuai banyak like dan comment. Aku bahkan akan dikira cerdas--atau mungkin ada teman online yang mengira si Nuel Lubis itu berwawasan luas. Pergaulan si Nuel Lubis itu luar biasa. Saking luar biasanya, kita harus berteman dengan orang macam Nuel Lubis. Kenapa bisa seorang Nuel Lubis yang pemalu bisa mengenal dengan akrab sekali pendeta kondang dari gereja itu? Ada hubungan apa? Tidak main pelet, kan? 

Yah, kan? Betul, bukan? Atau, masih ada yang beranggapan aku sokide? Ih, sokiye sekali si Nuel Lubis! Gakuku! Ganana

Silahkan saja berkata seperti itu. Walaupun demikian, pada dasarnya, aku rasa memang mungkin sifat alamiah manusia yang lebih suka berlindung di balik sesamanya, khususnya jika sesamanya itu lebih sesuatu dari dirinya. Bahkan, untuk menulis caption Instagram atau status Facebook, biar terasa mentereng, kita agak berbohong dan berkata bahwa kata-kata kita ini: "Mari kita semua senantiasa bersyukur kepada Allah. Sebab, Allah telah menyediakan dunia ini lengkap dengan segala isinya untuk dinikmati serta digunakan dengan baik, bijak, dan penuh kasih sayang."--ah, itu berasal dari aktor kawakan, Didi Petet. 

Aduh, bohongnya aku. Hanya agar lebih tervalidasi dan dianggap di lingkaran pertemanan kita, aku berbohong itu kata-katanya Almarhum Didi Petet. Padahal Didi Petet tidak pernah berkata seperti itu. Aku hanya lebih nyaman menuliskan kata-kata tersebut sebagai status Facebook, jika membawa-bawa figur terkenal. Yang sebenarnya adalah...

...apakah kalian percaya itu quote buatan aku, Nuel Lubis, yang sering disebut sokide dan sokiye? Bisa saja aku mengambilnya dari kata-kata seseorang, yang tak harus figur ternama. 














Ini bukan tulisan sokiye. Hanya self reminder. Tak usah diikuti. Aku tidak meminta kalian untuk menyetujui apalagi sampai menelan mentah-mentah. 

Memang lebih baik membawa-bawa nama orang lain. Syukur-syukur itu figur ternama. Jika kita sembarangan main beropini, nanti bisa mengalami nasib seperti selebtwit itu, yang sekalinya beropini tentang child free, heboh, deh. 

Kadang aku malas didebat. Kadang pula aku tidak suka mempengaruhi orang lain lewat kata-kata. Toh, itu buat apa, sih? 

Aku hanya suka memproduksi sejumlah kata-kata mutiara, quote, atau apapun itu penyebutannya. Bodoh amat, jika disalahpahami atau dipandang sebelah mata. 

Laughing out loud

















Comments

PLACE YOUR AD HERE

PLACE YOUR AD HERE
~ pasang iklan hanya Rp 100.000 per banner per 30 hari ~