Jangan Percaya pada Mimpi


Kitab Yesus bin Sirakh

Pintu dibukakan. Ruangan yang cukup luas. Ada sebuah meja bundar super raksasa. Sungguh klasik. Lucu juga. Atasnya sangat futuristik. Bawahnya terlihat seperti sebuah benteng di abad pertengahan. Temboknya dibangun dengan menggunakan bahan yang sama untuk membangun sebuah kastil. Baunya pun mirip. Malah ada satu-dua jubah besi yang terpajang di pintu masuknya. Ada karpet merah yang menjulur menuju meja bundar itu. Dan semua yang hadir mengenakan jubah dengan penutup kepala ala seorang rahib. Salah satunya, mungkin pemimpinnya--sebab datang dari ujung meja, mendatangiku. 

.....

.....


.....

.....

.....

DRIIIIN!!!  DRIIIIN!!! DRIIIIN!!! 

Bunyi apa itu? Seperti suara  alarm di ponselku. Tapi tunggu, ini sudah jam satu siang. Aku tak pernah memasang alarm di jam satu siang. Semakin aneh saja kejadian yang kualami hingga terik sudah menjelang. Di tengah pembicaraan, aku minta ijin untuk mengintip layar ponsel. Seketika itu juga pemandangan langsung berganti. Berganti menjadi kamarku. Hilang segala orang-orang berjubah. Namun kengeriannya masih terjaga. Kedua kepalan tanganku masih basah. Napas masih terengah-engah.

Yang tadi itu hanya mimpi? Mengapa semua terasa nyata sekali? Aku merasa Freerth itu seperti sebuah organisasi yang nyata keberadaannya. Segalanya terasa nyata. Surat itu, gedung itu, ruang bawah tanah itu, hall itu, hingga sekumpulan orang yang mengenakan jubah ala seorang rahib. Kalian tahu, ini sebuah mimpi yang menyenangkan, sekaligus mimpi buruk. Segalanya masih terngiang jelas di pikiran. Aku masih ingat kronologis demi kronologisnya. 

Freerth sebuah organisasi rahasia yang tak banyak orang tahu dan bisa masuki. Freerth yang bergerak di segala bidang. Freerth yang bisa membuat kita seorang raja kecil dunia. Freerth yang lokasi pertemuannya tersembunyi. Freerth yang menyenangkan, sekaligus bikin bulu roma berdiri. Freerth.

Freerth. 

Freerth. 

Freerth. 

Freerth. 

Freerth. 

Mendadak di pikiran muncul satu ide. Freerth itu mungkin kependekan dari free the earth. Tapi bebaskan dari apa? Dari mana pula muncul pemikiran itu? Apa pemicunya? Aku bahkan seperti mengidap amnesia. Kupegang erat jidat ini. Ah, brengsek! Aku benar-benar lupa soal apa saja yang sudah kualami sebelum mendapatkan mimpi aneh tersebut? Makin anehnya lagi, di dekat bantal kepala, ada sebuah surat. Sama persis dengan surat yang kuterima di mimpi itu. Di amplop tertulis logo Freerth, ada kepanjangannya pula. Begitu membacanya, aku semakin bergidik. Sebab sama persis dengan dugaan awal. Yaitu...

...free the earth.


[Simak cerita yang ini: FREERTH]

*****

Kali ini aku berada di sebuah kota lumayan besar. Bisa dibilang kota metropolitan. Aku bertandang ke rumah seorang pemuda. Namanya Ferdinand Vijaj Kesuma. Ia terlihat linglung sekali. Kedua matanya terlihat beberapa kali kosong. 

Memang benar, Ferdinand tengah berada dalam suatu permasalahan serius yang mengganggu jiwanya. Ada sekelompok orang yang meneror dan mengintimidasinya secara alam bawah sadar. Terus menerus. Begitu intens. 

"Jadi, apa yang kudapat itu bukan berasal dari Sang Pencipta?" tanya Ferdinand pangling.

Kuamati, Ferdinand ini tipe orang yang begitu naif. Alhasil, dengan keyakinan yang begitu lemah ke Sang Pencipta, hidup yang masih melenceng dari kehendak Sang Pencipta, juga motivasi ibadah yang kurang kuat, ia dengan mudahnya dihasut oleh sekelompok orang yang menyembah dua ilah serta menggunakan cara Sang Pencipta dengan seenaknya. Terlalu mudah sekali dia berkata seperti itu.

"Aku jamin tidak," jawabku tersenyum untuk menenangkannya. "Cara kerja Tuhan juga tidak seperti itu, yang--" Aku berhenti dan menengok ke arahnya.

"--tiga bulanan, Tuan Musafir. Sudah tiga bulan aku terus mendapatkan serentetan mimpi buruk seperti itu. Aku kira itu dari Sang Pencipta. Tapi kata Tuan Musafir, itu bukan. Benarkah begitu?"

Aku mengangguk. "Percayalah padaku, Ferdinand, itu bukan dari Sang Pencipta. Apa kamu tidak tahu, jaman sekarang tiap orang bisa menciptakan yang namanya mimpi, penglihatan, atau pertanda?"

Ia menggeleng. Tampak ia kurang begitu berpengetahuan. Padahal, dengan semakin banyaknya kasus perklenikan, tak heran manusia bisa menciptakan mimpi, penglihatan, atau pertanda. Hal-hal yang sifatnya supranatural memang ada. Namun lebih seringnya itu semua tertutupi kabut hitam tebal. Tak banyak yang membicarakannya. Alhasil, untuk beberapa orang macam Ferdinand, mereka bisa terkelabui. Mereka sangka itu dari Sang Pencipta. Nyatanya bukan. Aku prihatin dan amat gemas dengan para pelaku yang menyiksa Ferdinand sedemikian rupa. Sehingga lelaki ini nyaris tidak hidup seperti manusia lagi. Dia terus dirongrong ketakutan.

"Memang Sang Pencipta pernah memperingati manusia dengan cara-cara seperti itu. Entah lewat mimpi, entah lewat penglihatan, entah juga lewat pertanda. Tapi seiring berjalannya waktu, beberapa orang menemukan cara yang menyaingi Sang Pencipta. Juga, bahkan iblis pun bisa menciptakan yang seperti itu. Sesuatu yang dari Tuhan juga tidak serta merta bikin kamu terus ketakutan, apalagi jadi takut dengan sesamamu sendiri, selama tiga bulan pula."

"Lalu, apa yang harus saya lakukan, Tuan Musafir?"

"Berdoa dengan khusyuk. Doalah dengan benar-benar ke Sang Pencipta. Condongkan hatimu juga ke Sang Khalik. Jika kamu mulai dapat mimpi, penglihatan, dan pertanda, berlutut dan berdoalah ke Sang Pencipta. Kamu minta petunjuk-Nya, apakah semuanya itu berasal dari Sang Pencipta. Kalau jawabannya iya, biasanya Sang Pencipta menjawab doa manusia dengan cara yang tidak pernah satu pun manusia tahu, selalu misterius, dan bisa jadi lewat segala ciptaan-Nya yang lain. Umumnya juga binatang dan tumbuhan itu jauh lebih jujur daripada manusia. Mereka jauh lebih bisa diandalkan untuk melakukan pekerjaan Sang Pencipta."

"Oh begitu," Kepalanya berjengit. 

"Iya, seperti itulah. Ujilah betul-betul segala mimpi, penglihatan, dan pertanda yang kamu dapatkan. Tidak semuanya itu dari Sang Pencipta. Bahkan Yusuf dan Daniel saja masih meminta rahmat-Nya untuk bisa membedakan, walau mereka berdua sering berkomunikasi dengan Sang Pencipta. Jangan terlalu naif, Ferdinand. Jangan terlalu begitu saja percaya dengan yang namanya mimpi, penglihatan, dan pertanda. Bahkan setan pun bisa melakukan apa yang dapat dilakukan Sang Pencipta. Sekali lagi kukatakan padamu, ujilah betul-betul semuanya itu, apakah benar langsung dari Sang Pencipta. Nabi-nabi dan rasul-rasul terdahulu pun berdoa terlebih dahulu meminta rahmat-Nya agar bisa membedakan."

Hening. Aku dan Ferdinand saling berpandangan. Dia masih terlihat kalut. Lalu aku memeluk pundaknya untuk menenangkan. Kusuruh dia untuk membuka satu bagian dari satu kitab. Selesai membacanya, aku menyuruh Ferdinand untuk merenungkan satu-dua ayat. 

[5] "Tenung, nujum, dan mimpi adalah sia-sia belaka, dan sama seperti yang dibayangkan hati wanita yang sedang bersalin."

[7] "Mimpi sudah menyesatkan banyak orang. dan yang percaya kepadanya tergelincuh karenanya."

"Sudah paham dengan yang aku beritahukan, Ferdinand?" ujarku nyengir untuk menggodainya. 

Ia mengangguk. "Semoga saja begitu, Tuan Musafir."

"Percayalah padaku, itu semua--yang kamu dapat selama tiga bulan--bukan berasal dari Sang Pencipta. Sebaiknya mulai sekarang kamu belajar mencondongkan hatimu ke Sang Pencipta. Jangan takut dengan segala sesuatu yang bukan dari-Nya. Ampuni juga mereka. Dan, biarkan Sang Pencipta yang membalas."

Ia lalu terpekur begitu lama. 

"Percayalah padaku. Aku pun pernah mengalami hal sama denganmu. Segalanya berubah seratus delapan puluh derajat setelah aku lebih mencondongkan hatiku pada Sang Pencipta."

Comments

PLACE YOUR AD HERE

PLACE YOUR AD HERE
~ pasang iklan hanya Rp 100.000 per banner per 30 hari ~