Sebaiknya Jangan Meremehkan Hal Kecil














Baru memasuki bulan Desember, kita semua sudah dibuat geger oleh berita meninggalnya Paul Walker, salah seorang pemain dalam serial film "Fast and Furious". Aktor kelahiran 12 September 1973 itu resmi berpulang pada tanggal 30 November kemarin. Rumornya ia meninggal karena kekuranghati-hatian dalam mengemudi. Berkemudi selayaknya tengah berada di salah satu scene yang sering ia berada.

Sebelum diteruskan pembahasannya, aku turut berduka. Mari kita ambil hikmatnya - untuk selalu hati-hati berkendara. Sama sekali tidak keren kebut-kebutan, nge-drift, atau melakukan manuver-manuver gila - terlebih kalau kita tak berpengalaman, tapi berikutnya kita tinggal nama.








Kasus ini juga mengingatkanku pada peristiwa 23 Oktober 2011 silam. Itu sewaktu Marco Simoncelli tewas di arena. Sebelum kejadian, Marco Simoncelli sudah dikenal sebagai pebalap yang cara mengemudinya itu tergolong ekstrem dan membahayakan nyawa. Itu dibuktikan juga dengan caranya mengembuskan napas terakhir. Saat balapan di Sepang - Malaysia, di salah satu tikungan yang cukup tajam, ia dengan beraninya melakukan aksi berbahaya: menyalip pebalap saingannya. Alhasil, ia menabrak motor Collin Edwards dan Valentino Rossi. Edwards dan Rossi selamat. Tapi tidak dengan Simoncelli. Entahlah, mungkin ia menganggap remeh kehidupan ini.









Kasus Paul Walker dan Marco Simoncelli itu mengingatkanku pada satu pernyataan yang sering orang gaung-gaungkan: "Hal besar sering timbul dari hal kecil." Nyatanya orang lupa. Lupa sama sekali. Terlebih orang-orang di negara bernama Indonesia.

Mereka tahu, hal besar timbul dari hal kecil. Tapi mungkin mereka sengaja melupakan atau bagaimana, entahlah. Yang jelas, sekelompok orang yang begitu memerhatikan hal-hal kecil seringkali disebut para pecinta drama. Yang cewek dibilangnya 'drama queen'. Yang cowok disebutnya 'drama king'. Persoalan-persoalan sepele seringkali dianggap remeh. Tak dianggap (sama sekali).

Cukup sering aku mendengar kalimat: "Nggak usah lebay deh!" Kadang aku sering over-acting terhadap hal-hal yang katanya sepele. Dulu pernah menulis soal mimpi, dan kebanyakan blogger berkata: "Mimpi itu cuma bunga tidur. Nggak usah terlalu dipikirin." Yah aku percaya juga, tak selamanya mimpi menjadi kenyataan. Tapi aku sungguh tak menafikan yang namanya ramalan mimpi. Di kitab suciku, seringkali banyak kisah-kisah yang menceritakan mimpi jadi kenyataan. Salah satunya kisah (nabi) Yusuf dengan mimpi matahari, bulan, dan sebelas bintang yang menyembahnya. Atau saat (santo) Yusuf diberitahukan soal kelahiran Yesus Kristus. Mungkin karena itulah muncul istilah 'dream comes true'.

Selain soal mimpi, orang-orang juga sering menganggap sepele suatu hal. Hmm, jadi ingat salah satu cerita di film serial "JOMBLO" yang diputar di RCTI dulu. Pernah ada kisah seorang mahasiswa yang jago nge-dance. Tapi ayahnya kurang suka dengan alasan hobinya itu tidak jantan. Mereka lalu ribut dan si mahasiswa kecewa sama si ayah. Hingga akhirnya ayahnya sadar satu hal: mengapa ia meremehkan hobi sang anak yang jelas membuat si anak jadi lumayan dikenal orang?

Seringkali, tanpa kita sadari, kita meremehkan pekerjaan-pekerjaan tertentu. Aku tak munafik - aku juga pernah mengalaminya. Waktu itu, aku meremehkan profesi pengisi suara. Ternyata saat baca-baca beberapa artikel, aku tahu tak semudah itu. Dalam mengisi suara, haruslah memerhatikan ketepatan intonasi serta lafal dan suaranya harus 'hidup'; maksudnya saat mengisi suara, kita juga berakting sebetulnya.

Kembali soal "JOMBLO", mendadak aku teringat kata-kata sepupuku dulu. Sumpah, bikin sesak di dada waktu dengarnya. Ia bilang, menulis itu gampang. Busyet! Menulis itu tak mudah. Menulis itu juga perlu berpikir dan riset juga. Oh iya, saat itu, dia mengatakan itu karena dapat informasi bahwa ada temannya yang mendapatkan puluhan juga setelah SATU artikel dimuat di salah satu koran. Aku sih rada tak percaya. Kalau dibilang, ia mendapatkan puluhan juta setelah BEBERAPA artikel dimuat, aku baru percaya. Aku tahu kok berapa pendapatan yang bisa dihasilkan dari seseorang yang bekerjanya hanya menulis itu. Tak sampai puluhan juta kalau ada karya sastra atau artikel kita yang dimuat.

Berbicara soal menulis itu juga, aku merasa segala profesi yang berhubungan dengan otak kanan itu cenderung diremehkan, khususnya oleh mereka yang terbiasa dengan pemikiran 'pekerjaan itu mesti ngantor'. Orang yang memilih hidup sebagai pelukis, penyanyi, model, aktor, aktris, pelawak, penyiar, hingga penulis sekalipun dianggap bukan pekerjaan. Dianggap remeh. Apalagi kalau masih awal karir. Cukup sering dengar: "Buat apa sih nge-band?", "Buat apa sih nulis-nulis?", "Buat apa sih nge-gambar-gambar?" dengan dibuntuti: "Memang menghasilkan uang?"

Yah menghasilkan uangnya sih dipikirkan nanti. Yang penting terus dilanjutkan pekerjaan yang disepelekan itu. Kalau kita sudah merasa cinta, pasti bisa menghasilkan uang. Contoh: ada yang tahu Sindentosca? Nah single-nya yang berjudul "Kepompong" itu dibuat di dalam kamar. Pernah baca di salah satu tabloid, Jalu Sindentosca sampai membuat keluarganya bertanya-tanya - kenapa ia terus mendekam di dalam kamar. Padahal tanpa sepengetahuan sang ibu, Jalu berkarya dan sukses menciptakan lagu yang cukup melegenda. Tak terhitung berapa banyak penyanyi atau grup musik yang membawakan lagu "Kepompong". Bayangkan, dari sebuah kamar bisa menciptakan lagu yang super hits dan cukup dikenal.







Oh, aku jadi teringat kisah seorang sahabat blogger. Nama penanya itu John Terro. Dia sama seperti aku - diremehkan karena pekerjaannya. Jujur saja, aku setuju dengan yang ditulisnya: mereka yang kerja di rumah notabene dianggap pengangguran oleh banyak orang. Kita ini bolehlah tak terlihat sedang bekerja secara kasat mata. Tapi percaya deh, kita juga bekerja; walau tak seperti para pekerja kantoran yang pergi pagi-pulang jelang maghrib. Walau penghasilan kadang tak rutin, tapi para pekerja lepas (bahasa kerennya, freelancer) juga pekerja dan bukan pengangguran. Kerja di rumah juga capek. Mata sering lelah karena di depan laptop melulu dan capek menunggu waktu panennya.

Atau kejadian sabtu kemarin, saat menghadiri pernikahan seorang sanak. Ada salah satu dari pamanku yang khawatir sama sifatku yang suka menyendiri dan malu-malu. Cenderung anti-sosial. Padahal dia tak tahu saja, tanpa sepengetahuan orang-orang terdekat, aku cukup menjalin hubungan yang lumayan dekat dengan beberapa orang yang bahkan belum pernah berjumpa. Seperti Ryan Hasanin, Aul-Howler, Felix Salvata, atau Melisa. Cukup sering saling SMS. Tak hanya merekja, di Facebook atau Twitter, aku juga cukup akrab dengan beberapa blogger seperti Keven Keppi, Ellious Grinsant, Alvi Syahrin (yang sudah menjadi penulis hebat), atau Kimi. Memang persahabatan dunia maya tergolong sepele, tapi aku percaya pasti bisa meraup keuntungannya. Jujur saja, persahabatan di dunia maya membuatku jadi bersemangat. Tak lagi ngoyo. Tak hanya aku saja, grup Kancut Keblenger juga besar karena hal remeh-temeh.

Membicarakan persahabatan di dunia maya, aku jadi teringat soal cinta. Dulu aku tak percaya kalau ada cinta di dunia maya. Nyatanya, aku cukup sering menyaksikannya. Seperti kisah cinta Mas Rawins dengan istrinya. Atau yang tergres, John Terro dengan seorang perempuan yang dulu kukenal sebagai Enny Law. Ternyata kisah cinta bersemi di dunia maya memang ada. Tak sekedar isapan jempol.

Ah...  semuanya itu terjadi karena hal-hal 'sepele'. Tak ada yang menyangka - pekerjaan mendesain bisa mendapatkan uang cukup lumayan. Tak ada yang menyangka persahabatan bisa muncul dari dunia maya. Tak ada yang menyangka hobi mengetwit hal-hal gokil - malah jadi diajak bikin buku. Hal sepele juga yang mempersatukan dua insan dalam satu bahtera pernikahan.

Aih, dahsyat yah hal-hal 'kecil' itu. Ingat yah, jangan sekali-kali meremehkan hal kecil. Hal kecil bisa jadi besar. Kobaran api kan timbul dari sepercik api di ujung korek. Hujan lebat timbul karena tetesan-tetesan kecil yang jatuh dari langit. Awan terbentuk karena menguapnya air laut. Walau dari alam sudah banyak memberikan contoh, tetap saja manusia suka mengabaikan hal-hal kecil.

Sebagai penutup, kukutip kata-kata Walter Elias Disney: "I only hope that - we never lose sight of one thing that it was all started by a mouse."




* Foto diambil dari.... cek sendiri dengan mengklik kanan yah! ^^

Comments

  1. Hehehe aku setuju, mungkin untuk lebih peka pada hal-hal di sekitar kali ya... lebih 'mendengar' dan lebih 'melihat' serta lebih 'berpikir' :D

    ReplyDelete
  2. setuju banget deh nih ..
    jangankan hal-hal kaya gitu, nasi aja tuh gak boleh jadi 'remeh' hehe --v

    ReplyDelete
  3. hiks gimana nasibnya fast seven, aku gak bisa lihat si ganteng lagi :)

    ReplyDelete
  4. Kalau aku, masih ada Vin Diesel, Fast Furious masih tetap asyik.... :D

    ReplyDelete
  5. Iya juga jangan sekali-kali meremehkan hal-hal kecil

    ReplyDelete

Post a Comment

Pembaca yang baik adalah yang sudi mau meninggalkan komentar. ^_^
Nice reader is the one who will leave lot of words in the comment box. ^_^

PLACE YOUR AD HERE

PLACE YOUR AD HERE
~ pasang iklan hanya Rp 100.000 per banner per 30 hari ~