contoh dari Legal Opinion (dari tugas kuliahku)

LEGAL OPINION

Disusun untuk : Permohonan tugas kuliah Hukum Media
Disusun oleh : Imannuel, Adji Rachmadji, Dipa Bonaventura, Djalu Arya Guna,
Juliandy Dasdo
Tanggal :
Issu Hukum : pengaduan Polri kepada Dewan Pers, atas dugaan rekayasa narasumber di salah satu program TVOne, yaitu Apa Kabar Indonesia Pagi, pada tayangan edisi 4 Maret 2010

LATAR BELAKANG KASUS
Penyiaran acara yang diduga menggunakan markus palsu itu terjadi pada 18 Maret lalu. Yaitu pada program “Apa Kabar Indonesia Pagi”, dimana TV One menghadirkan Andris, seseorang yang disebut sebagai markus kelas kakap di Mabes Polri. Namun belakangan, Andris mengaku dia bukanlah seorang markus.
Andris mengaku, wawancara dengannya tidak lebih dari sekadar rekayasa yang dilakukan pihak TV One. Mabes Polri pun geram dan melaporkan TV One ke Dewan Pers.
Polri sendiri menyayangkan sikap presenter dan stasiun televisi tersebut dalam upaya perekayasaan keberadaan markus di Bareskrim Polri dalam acara yang ditayangkan.
Polri pun marathon meneliti apakah tindakan yang dilakukan IR dan stasiun televisi yang dimaksud dapat dikategorikan sebagai tindak pidana penipuan, penistaan institusi dan lainnya, serta melanggar kode etik profesi pers atau tidak.
Polri hanya memastikan bahwa apa yang telah dilakukan oleh presenter dan stasiun televisi itu telah menistakan dan mencemarkan nama baik Polri.
Sebelumnya Polisi sudah menangkap Andri Ronaldi (37) nara sumber yang berperan sebagai markus palsu itu. ia mengaku diberi imbalan sebesar Rp 1,5 juta oleh IR guna memberikan Keterangan palsu akan markus pada program apa kabar Indonesia pagi, dengan IR sendiri sebagai reporternya.



PERTANYAAN DASAR
1. Apakah TV one telah melanggar kode etik jurnalistik dalam kasus ini ?

JAWABAN SINGKAT
Pada kasus ini,TV One terbukti tidak melakukan rekayasa atau manipulasi pemberitaan terkait markus 'palsu' yang ditayangkan dalam 'Apa Kabar Indonesia Pagi'. Namun televisi berita itu dinilai kurang cermat memilih narasumber.
"Yang terjadi adalah penggunaan nara sumber yang kurang kompeten untuk berbicara tentang makelar kasus kelas kakap di lingkungan Mabes Polri," kata Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Dewan Pers Agus Subibyo.
Hal itu disampaikan Agus dalam jumpa pers di kantornya, Jalan Kebon Sirih Raya, Jakarta Pusat, Kamis (27/5/2010).
Agus mengatakan, Andris memang mengaku wawancaranya dengan Indy Rahmawati saat itu hanyalah rekayasa belaka. Namun penyelidikan Dewan Pers menyebut, TVOne tidak terbukti melakukan rekayasa itu.
"Kita minta keterangan Andris, tapi memang keterangan dia itu selalu berubah-ubah. Tapi memang temuan kita, tidak ada itu rekayasa tapi dia tidak kompeten," kata Agus.
Kini kedua pihak yakni TVOne dan Polri telah sepakat untuk berdamai. Menurut Ketua Dewan Pers Bagir Manan, TVOne juga telah meminta maaf atas kesalahannya kepada seluruh jajaran Polri."TVOne menyadari sepenuhnya penayangan itu merugikan Polri, karena itu TVOne dengan penuh kesadaran memohon maaf dan berjanji lebih cermat dalam nara sumber.

FAKTA

1. Manajemen Tv One tidak menjalankan Cover Both Side saat menayangkan dialog dengan Markus yang belakangan diketahui palsu itu. Padahal, salah satu persyaratan pemberitaan adalah melakukan Cover Both Side, yang pastinya melibatkan dua belah pihak yang terlibat dalam materi pemberitaan tersebut.
Pengakuan Tv One itu terungkap setelah dalam beberapa jam melakukan mediasi dan diskusi sengit di kantor Dewan Pers, Senin (12/4/2010), di Kebon Sirih, Jakarta Pusat. Bagir Manan, Ketua Dewan Pers, dalam keterangan persnya mengungkapkan, Tv One sudah mengakui tidak menjalankan cover both side sebelum tayangan edisi 4 Maret 2010 itu disiarkan ke seluruh Nusantara. Stasiun televisi yang diasuh Karni Ilyas tersebut bahkan tidak memberitahu pihak Kepolisian yang dalam hal ini merupakan objek pemberitaan.


2. Terhadap tudingan pemberitaan searah bahwa TV One tidak menjalankan Cover Both Side, Tv One pun menanggapinya denagan Statement bahwa “Tv One sebetulnya sudah mencoba menghubungi Polri, namun tidak diangkat”. Akan tetapi, pada dasarnya tetap saja tidak Cover Both Side. Alasan Tv One tersebut tetap salah dalam bahasa hukum.

3. Polri membuka rekaman pembicaraan pribadi Indy Rahmawati dengan Andris kepada publik dalam sebuah koferensi pers terkait dengan kasus tersebut. padahal Rekaman pembicaraan tersebut merupakan ranah privasi seseorang yang seharusnya dihormati oleh pihak manapun.

4. Ditandatangani nya risalah damai antaraTVOne dan Mabes Polri di Kantor Dewan Pers, dimana Risalah tersebut berisi :

- Kedua belah pihak menyatakan bahwa terkait masalah penayangan makelar kasus yang diduga paslu dan ditayangkan di program Apa Kabar Indonesia Pagi pada Tanggal 24 Maret 2010, maka kedua pihak bersepakat untuk berdamai.

- TvOne menyadari sepenuhnya penayangan acara tersebut, merugikan nama baik Polri. Karena itu TVOne dengan penuh kesadaran memohon maaf kepada seluruh jajaran Polri, dan berjanji untuk lebih cermat dalam menampilkan nara sumber serta TVOne memberi kesempatan agar Mabes Polri memberikan hak jawabnya


PEMBAHASAN

1. Apakah dengan ada nya risalah damai tersebut, maka disimpulkan bahwa TVOne tidak melakukan rekayasa?
Jawaban: Tidak juga. Karena, pernyataan Dewan Pers mengenai soal itu didahului dengan kata-kata "sejauh ini". Artinya, Dewan Pers belum mengambil kesimpulan. Mereka baru menyampaikan "fakta" bahwa sejauh ini mereka belum menemukan bukti kuat telah terjadi rekayasa atau manipulasi.
Dewan Pers, memang terkesan tidak terlalu tegas dalam memberikan penilaian, terutama jika dikaitkan dengan butir kedua pernyataannya. Mereka menyatakan "Telah terjadi penggunaan narasumber yang kurang kompeten dan kurang reliable untuk berbicara tentang makelar kasus kelas “kakap” di lingkungan Polri. Dewan Pers menemukan bukti tentang pengakuan saudara Andris sebagai makelar kasus, namun untuk kasus-kasus yang berskala kecil. Kredibilitas narasumber yang lemah ini mengakibatkan ketidakakuratan kesaksian yang diberikan sekaligus ketidakakuratan informasi yang diberikan kepada pemirsa"
Untuk mendapatkan bukti apakah TVOne telah melakukan manipulasi atau merekalah yang justru jadi korban manipulasi, mestinya perlu diperjelas bagaimana proses hingga Andris, si makelar kasus "berskala kecil" tersebut bisa hadir sebagai narasumber tentang makelar kasus kelas "kakap". Apalagi ada informasi bahwa sebelumnya si makelar kasus itu pernah hadir sebagai narasumber di Jakarta Lawyers Club. Kalau memang Dewan Pers belum bisa menarik kesimpulan mengenai masalah ini karena informasinya memiliki beragam versi, Dewan Pers tetap perlu menyampaikan semua temuannya ke publik. Mungkin dalam bentuk lampiran pernyataan. Prinsipnya, publik perlu mengetahui temuan Dewan Pers. Dewan Pers perlu menjelaskannya karena mereka pemegang amanah publik. Kalau mereka belum bisa menyimpulkannya, biarlah publik yang menilai dan menyimpulkannya sendiri.

2. Peraturan-peraturan yang memiliki keterkaitan terhadap kasus diatas?
Jawaban:
- UU 32 tahun 2002 tentang Penyiaran dalam Pasal 36 ayat 5 (a) disebutkan isi siaran dilarang memfitnah, menghasut, dan atau bohong karena perbuatan itu diatur dalam Pasal 57 huruf d. Yang melanggar Pasal tadi dapat dipenjara paling lama 5 tahun atau denda Rp 10 miliar.

SIMPULAN DAN SARAN
• Menurut kami dari sisi kode etik jurnalistik, tidak ditemukan pelanggaran atas standar profesionalisme dan kode etik jurnalistik, karena yang terjadi pada kasus ini adalah penggunaan nara sumber yang kurang kompeten untuk berbicara tentang makelar kasus kelas kakap di lingkungan Mabes Polri, Serta sejauh ini tidak ditemukan bukti yang kuat telah terjadi rekayasa pemberitaan atau manipulasi wawancara dalam tayangan yang dimaksudkan.

• Dari sisi kinerja, IR telah memenuhi standar kerja reportase TV One. Apa yang dia lakukan dalam peliputan ini tentunya telah dikonsultasikan dengan para penanggung jawab redaksi Tv One. Jadi menurut kami, pada dasarnya anggapan bahwa IR telah melakukan konspirasi dalam peliputannya, sehingga ia sempat “hilang” dari daftar reporter Tv One, adalah tidak benar.

• Seharusnya dalam melakukan suatu pemberitaan, kiranya media tidak lupa menerapkan pola “ Cover Both Side”, terhadap beritanya, agar berita yang didapat berimbang dan tidak hanya memberikan pemberatan terhadap sebelah pihak, sedangkan pada kasus ini, tidak demikian. Maka saran dari kelompok kami adalah, agar ke depannya Tv One dapat lebih memperbaiki kualitas pemberitaannya, serta memilah dengan baik dan cermat semua narasumber nya.




Hal yang mendasari Legal Opinion tersebut:

PERNYATAAN DEWAN PERS
Jakarta (Berita Dewan Pers) - Dewan Pers menyampaikan pernyataan terbuka terkait penyelesaian pengaduan Polri terhadap stasiun televisi tvOne dalam konferensi pers di Gedung Dewan Pers, Jakarta, Kamis (27/5/2010).

Ketua Dewan Pers, Bagir Manan menyatakan, Dewan Pers memiliki tanggung jawab untuk menyampaikan hasil penyelesaian dan temuan terkait sengketa antara Polri dan tvOne. Karena itu, Dewan Pers mengeluarkan Pernyataan Dewan Pers Nomor 04/P-DP/V/2010.

Pernyataan Dewan Pers keluarkan sehari setelah Polri yang diwakili Kadivhumas, Irjen Pol. Edward Aritonang, dan tvOne yang diwakili Pemimpin Redaksi, Karny Ilyas, menandatangani kesepakatan perdamaian di Dewan Pers, Rabu (26/05/2010). Penandatanganan ini mengakhiri sengketa terkait tayangan wawancara di program “Apa Kabar Indonesia Pagi” tvOne, 24 Maret 2010, dengan menghadirkan Andris Ronaldi yang mengaku sebagai makelar kasus di Mabes Polri.

Bagir Manan berpesan, segenap pers hendaknya berhati-hati dalam menggunakan narasumber.

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Komisi Pengaduan Masyarakat dan Penegakan Etika Pers, Dewan Pers, Agus Sudibyo mengingatkan, pers harus mempunyai sikap kritis tidak hanya terhadap fakta tetapi juga terhadap narasumber.

Menurutnya, penggunaan narasumber yang tidak kredibel menjadi masalah di banyak media pers. Karena itu, Dewan Pers memberi perhatian khusus terhadap persoalan ini dalam upaya penegakan Kode Etik Jurnalistik dan memperbaiki kinerja pers ke depan.

Dengan telah ditandatanganinya kesepakatan damai, Dewan Pers berharap tidak ada lagi proses hukum terkait sengketa antara Polri dan tvOne. “Tidak ada proses hukum lebih lanjut untuk kasus tvOne-Polri,” katanya.

Berikut ini adalah pernyataan Dewan Pers selengkapnya:

Penyataan Dewan Pers Nomor: 04/P-DP/V/2010 Terkait Penyelesaian Pengaduan Polri terhadap Stasiun Televisi tvOne

Pada tanggal 26 Mei 2010, Dewan Pers telah berhasil memediasi Polri dan tvOne terkait dengan pengaduan Polri terhadap Wawancara Makelar Kasus dalam program “Apa Kabar Indonesia Pagi” tvOne pada 24 Maret 2010. Dewan Pers menyambut baik kesediaan kedua belah pihak untuk menyelesaikan persoalan melalui mediasi Dewan Pers. Kedua belah pihak telah melakukan musyawarah dan merumuskan sebuah kesepakatan perdamaian yang ditandatangani di depan Dewan Pers (terlampir).

Sebagai bagian dari pertanggungjawaban Dewan Pers kepada publik dalam menegakkan Kode Etik Jurnalistik, Dewan Pers merasa perlu untuk menjelaskan kepada masyarakat tentang penyelesaian masalah Polri-tvOne sebagai berikut:
1. Sejauh ini tidak ditemukan bukti yang kuat telah terjadi rekayasa pemberitaan atau manipulasi wawancara dalam tayangan yang dimaksudkan.
2. Telah terjadi penggunaan narasumber yang kurang kompeten dan kurang reliable untuk berbicara tentang makelar kasus kelas “kakap” di lingkungan Polri. Dewan Pers menemukan bukti tentang pengakuan saudara Andris sebagai makelar kasus, namun untuk kasus-kasus yang berskala kecil. Kredibilitas narasumber yang lemah ini mengakibatkan ketidakakuratan kesaksian yang diberikan sekaligus ketidakakuratan informasi yang diberikan kepada pemirsa.
3. Telah terjadi pengabaian terhadap prinsip liputan dua sisi atau keberimbangan pemberitaan dengan tidak mewawancarai atau memberikan kesempatan kepada Polri melakukan konfirmasi pada tayangan yang jelas-jelas menyangkut kepentingan Polri.
4. Penggunaan narasumber yang kurang layak (kurang kredibel) sehingga melemahkan akurasi informasi, ketidakberimbangan dan tidak ada konfirmasi menyebabkan pemberitaan yang cenderung menghakimi pihak Polri.

Pada sisi lain, Dewan Pers juga menyayangkan langkah Polri yang membuka rekaman pembicaraan pribadi Indy Rahmawati dengan Andris kepada publik dalam sebuah koferensi pers terkait dengan kasus tersebut. Rekaman pembicaraan tersebut merupakan ranah privasi seseorang yang seharusnya dihormati oleh pihak manapun.

Dari kasus ini, Dewan Pers juga menggarisbawahi pentingnya memberikan perlindungan maksimal dan konsisten terhadap jati diri narasumber dalam liputan maupun tayangan langsung terhadap kasus-kasus yang berpotensi mengancam keselamatan narasumber. Dewan Pers juga menggarisbawahi betapa pentingnya pers tidak secara sembarangan menggunakan narasumber anonim, khususnya yang kurang kredibel atau yang pernyataan-pernyataannya memojokkan pihak lain.

Dewan Pers juga menyampaikan himbauan sebagai berikut:
1. Agar segenap pers mengimplementasikan prinsip-prinsip kemerdekaan pers secara dewasa, jujur dan penuh tanggung jawab dan berdisiplin terhadap masyarakat.
2. Agar segenap pers senantiasa menaati kode etik jurnalistik dan prinsip-prinsip profesionalisme media.
3. Agar semua pihak berusaha menyelesaikan kasus-kasus sengketa pemberitaan berdasarkan mekanisme sebagaimana diatur dalam UU No. 40 Tahun 1999 dan prinsip-prinsip Kode Etik Jurnalistik.
4. Agar segenap pers yang telah melakukan pelanggaran kode etik, dalam memberikan Hak Jawab harus disertai dengan permohonan maaf kepada publik.

Jakarta, 27 Mei 2010
Dewan Pers

Bagir Manan

Comments

PLACE YOUR AD HERE

PLACE YOUR AD HERE
~ pasang iklan hanya Rp 100.000 per banner per 30 hari ~