Setiap Persembahan ini Teruntuk Dias

 















Gambar di atas merupakan gambar buatan chatGPT tanpa memberikan foto Dias, berhubung kuotanya sudah habis untuk versi yang gratis. 

Okay, skip. 

Intinya, aku kaget. Karenanya, gambar itu agak mirip Dias, sahabat sekaligus senior saat kuliah di fakultas Hukum Atmajaya hampir 20 tahun yang lalu. Yang menjadi perhatian aku adalah jersey yang dikenakan di dalam gambar tersebut. Langsung mengingatkan aku dengan Dias. 

Dias. Namanya Kristoforus Bramandias. Nama sahabat aku itu sering disebut-sebut oleh aku, entah di mana, sejak 2019. Kematiannya terjadi pada 24 Oktober 2018. Aku tak pernah lupa. Yang kutuangkan dalam novel online aku yang ada di KBM APP. Judulnya "Kristo Amore". Mungkin itu 100% memang berdasarkan dari kehidupan Dias (atau, setidaknya, saat aku hang-out bersama Dias). 

Kasihan kamu, Dias. Meninggal saat berusia 30. Padahal, ada yang berkata, "Life begins at 30,"

Aku juga baru paham apa arti frasa tersebut. Kita baru saja merasakan apa itu hidup di atas usia 30 tahun. Saat kita berusia di rentang 20-29, itu, kurasa, masa-masa pencarian, bagaimana kita coba menikmati hidup, saat-saat berani bermain cinta, pencarian cinta sejati juga, dan... 

...di saat usia kita menginjak 30, lalu melampauinya, di situlah mungkin kita baru mengerti hidup itu apa. Apa tujuan kita diciptakan? Bagaimana kita bisa terlahirkan? Yang mungkin membuat kita tidak boleh sembrono. 

Kalau dipikir, Dias itu kasihan. Sejak lulus kuliah di tahun 2013, hidupnya sering diisi dengan hal-hal berbahaya, khususnya obsesinya akan artis pujaan hatinya, yang alumni Indonesian Idol, yang sampai sekarang aku masih belum seratus persen bahwa Dias memang berhubungan dengan perempuan artis itu, yang dalam hitungan persen, itu sekitar 70%. Tentang 70% itu, itu hitung-hitungan dari Dias, yang pernah diutarakan kepada aku di trotoar Mall Metropolitan di Maret 2017.

Izinkan aku menarik nafas. 

Damn, tak disangka sudah lewat beberapa tahun sejak Dias meninggal. Banyak hal sudah terjadi. Selain Dias sendiri, ada beberapa orang terdekat aku yang meninggal juga. Itu seperti Erwin, Tulang Hinsa, Tulang Abner, Pak Maruap, Pak Stephanus Desy, Pak Lauren, Pak Tjipta, Bu Diana Halim, Bu Lidwina Maria, dan masih banyak yang lainnya. 

Selain itu, aku juga ditinggal begitu saja oleh perempuan yang namanya lumayan sering aku sebutkan. Tiba-tiba saja, kejadian saat Januari 2015 terulang lagi. Namun, bukan oleh perempuan yang sama. Terjadi di Agustus 2019, yang aku ingat seperti itu. Aku masih tidak percaya. Kenapa harus terjadi sebanyak dua kali? Ke dua perempuan yang berbeda? Aku pun tidak pernah melakukan hal-hal aneh, yang membuat itu terjadi. Aku juga bingung, apakah benar dengan perempuan yang itu? Ingin kuhampiri, tapi aku terus menerus diliputi keraguan dan ketakutan. Apalagi ada isu  mental health yang untuk aku secara pribadi, itu seperti penghalang besar. Salah satu penghalang besar untuk aku berkarya, berkegiatan, beraktivitas, dan lain-lain. 

Selanjutnya, di Oktober 2019, aku dihujat massal. Sepertinya satu Indonesia merundungku. Aku tidak merasa seperti tokoh fiksi tersebut. Percayalah, saat kita dituduh sebagai sesuatu yang kita tidak merasa begitu, itu sakitnya luar biasa. Itu membuat aku malas berbuat apa-apa. Yang termasuk menulis. 

Aku tidak tahu apakah ada hubungannya dengan yang terjadi di Oktober 2019 itu atau tidak. Sebab, setelah itu, aku sepertinya merasakan aku bagaikan ditinggal oleh mereka yang sudah kukenal. Sahabat yang dulu sering aku ajak mengobrol via bahasa tulisan, dia memblokir akun Facebook aku. Aku tidak tahu kenapa. Aku sendiri tidak merasa berbuat salah ke dia. Lalu, ada adik kelas aku, yang awalnya menyimpan nomor WhatsApp aku, memblokirnya. Ada juga sepupu aku yang memblokir akun Instagram dan WhatsApp aku. Selebihnya, masih banyak. Aku tidak tahu kenapa mendapatkan perlakuan seperti itu. Jikalau aku melakukan kesalahan, baik secara kata-kata, perbuatan, atau content, aku benar-benar minta maaf. 

Kembali ke Dias. Teruntuk Kristoforus Bramandias, aku melakukan ini. Hitung-hitung, ini untuk membalas budi baik Dias ke aku selama hidup. Juga, untuk menguji banyak hal. Apakah segala drama ini, setiap hal-hal magis ini, memang atas izin Tuhan?

Tuhan, aku berserah padamu saja. Terimalah setiap persembahan ini. Semoga Dias makin damai nan sejahtera di dunia orang mati. Ajarkan aku, Tuhan, agar tidak lagi takut, jangan mau dikendalikan siapa pun, berpendirian teguh, lebih bijak, serta tidak sering meragu dan mendua hati. Lancarkan setiap urusan aku. Semoga beberapa orang tidak lagi mendendam kepada. Tidak lagi mendapatkan perlakuan kurang menyenangkan. Tidak lagi ada hal-hal mencurigakan di sekitar aku. 

Oh, sejak awal Februari 2025 hingga Paskah 2025, aku memiliki rencana untuk rutin memberikan persembahan ke hal-hal yang berbau Katolik Roma. Kebetulan itu agamanya Dias pula. Karena Dias juga, aku melakukan itu. Pun, demi agar setiap urusan aku lancar. Terhindar dari setiap drama menyebalkan nan penuh keanehan. 

That's it.
























































































Sekali lagi, selamat jalan, Dias. Terima kasih atas seluruh kebaikan kamu. Setiap dosa dan kesalahan kamu, aku coba ampuni. Tenanglah kamu. Semoga kekal setiap kenangan akan kamu. 

Jika ini memang karena campur tangan ilahi atau Tuhan, maka terjadilah segala sesuatunya menurut kehendak Tuhan.





11 Desember 1987 - 24 Oktober 2018








Comments

PLACE YOUR AD HERE

PLACE YOUR AD HERE
~ pasang iklan hanya Rp 100.000 per banner per 30 hari ~