[Mohon maaf jika ada kesamaan nama tokoh, tempat, atau peristiwa. Murni hanya kebetulan belaka. Ini juga hanya fiksi belaka. Jangan terlalu diseriuskan]
Genre: Misteri
Dokumentasi pribadi. |
Tak sedikit orang yang tahu, yah karena kasus mati suri tak begitu sering. Yang jelas, neraka itu ada, walau masih disegel sampai waktu itu tiba. Namun untuk beberapa kasus (atau tepatnya orang), pintu itu dibuka.
Ada banyak manusia yang terpenjara di dalamnya. Umumnya mereka terpenjarakan karena pemikiran-pemikiran gila mereka, yang kelewatan, berusaha melawan Sang Pencipta, berusaha mengungkap tabir itu yang selayaknya jangan dibuka. Tapi ada pula karena melakukan penyesatan-penyesatan semasa hidup. Seperti si tua berjanggut ini.
Tak seperti tahanan-tahanan lain, si tua berjanggut ini sungguh tampak menyesali segala perbuatannya. Benar kata peribahasa itu: sesal pun tiada guna. Ajarannya sungguh menyebabkan kekacauan. Perang yang--walau sudah diramalkan oleh sang putra--seharusnya bisa dihindari, harus terjadi. Memang menghakimi tak baik. Tapi nyatanya seperti itu. Ajaran si tua janggut penyebabnya. Tak banyak manusia yang tahu. Sungguh sempurna kebohongan demi kebohongan itu ditutupi hanya demi satu kata: segan.
Si tua berjanggut hanya tertunduk saat beberapa malaikat Allah beringsut. Borgol-borgol dilepas. Ia tertunduk lesu, "Sudah tibakah saatnya? Saya siap menerima hukumannya."
"Belum. Waktu untuk itu belum tiba. Namun kamu harus segera mempertanggungjawabkan segala perbuatanmu beribu tahun silam." jawab malaikat bersayap emas.
"Akui saja ke hadapan para pengikutmu bahwa yang kamu terima itu sesungguhnya berasal dari si dia yang jatuh saat hari-hari penciptaan." timbrung yang lainnya.
"Kasihan mereka, terus hidup dalam ajaran-ajaran yang salah, yang memutarbalikkan dari ajaran-ajaran sebelumnya. Semuanya karena ulah si dia dan keseganan manusia untuk mengakui kesalahan-kesalahannya." yang lain ikut pula menimbrungi.
"Saya tahu, saya salah. Tapi bukankah Sang Pencipta katanya maha pengampun. Manakah pengampunan itu?" bela si tua berjanggut.
"Pengampunan memang selalu ada buat yang datang pada-Nya. Namun tidakkah kamu ingat bahwa sekali pun kamu tak pernah datang pada-Nya. Beratus kali Sang Pencipta menegurmu, salah satunya dengan keguguran anak dari istri pertamamu, kamu tidak pernah insyaf."
"Dan sekarang kamu menginginkan pengampunan?"
"Selesaikan dulu misi yang Sang Pencipta berikan padamu, maka akan datang pengampunan padamu. Minimal kamu harus menyelamatkan seribu jiwa baru, dosa-dosa lamamu diampuni."
"Lalu sekarang apa misi Sang Pencipta sendiri?" tanya si tua berjanggut kalut, menggigiti bibir bawahnya.
"Ada dua opsi untukmu," salah satu malaikat dengan kasut hitam, mengacungkan dua jari ke arah si tua berjanggut. "Kamu bisa dilahirkan kembali dengan kecerdasan yang tidak akan diambil dari padamu. Atau menghampiri beberapa sampel dari pengikut-pengikutmu ke dalam mimpi-mimpi mereka. Jelaskanlah apa yang sebenarnya terjadi, berbicara tentang siapa sesungguhnya ajaran-ajaranmu, kepada mereka. Seperti yang sudah dikatakan, setidaknya seribu jiwa berhasil kamu selamatkan, dosa-dosamu diampuni. Kamu bersih bak bulu domba."
"Tapi-tapi-tapi,..." Si tua berjanggut tergugu, lalu bergeming cukup lama. Malaikat-malaikat itu sabar menungguinya. "...itu terlalu berat. Baik dilahirkan kembali maupun lewat mimpi. Terutama yang terakhir. Jaman sekarang mimpi hanyalah bunga tidur. Jarang sekali orang-orang jaman sekarang menganggap serius mimpi. Otak manusia sudah terlalu cerdas."
Geming cukup lama. Si tua berjanggut semakin kalut. Irama jantung makin tak keruan. Kepalanya kembali tertunduk, sampai akhirnya,...
"Begini saja, kamu bilang Sang Pencipta itu maha pengampun, kan? Itu memang benar. Mulutmu tak berucap dusta. Oleh sebab itu, bagaimana kalau lima ratus jiwa kamu selamatkan? Masihkah terlalu berat? Untuk misi itu, dua malaikat akan mengawalmu ke 500 manusia, entah laki-laki, entah perempuan; entah anak kecil, entah orang dewasa; entah yang cacat, entah yang tidak cacat. Bagaimana?"
Kembali si tua berjanggut bergeming. Lagi-lagi cukup lama. Untung saja malaikat tak seperti manusia--yang memiliki emosi. Andai kata punya, mereka semua sudah merengus lalu memaksa si tua berjanggut untuk merespon dengan segera.
Lama sekali keheningan itu, akhirnya si tua berjanggut mengangguk pelan, nyaris tak terlihat seperti anggukan. Barulah si tua berjanggut dilepaskan dari sel. Menyaksikan bebasnya si tua berjanggut, para tahanan iri sekali. Mulai dari ilmuwan, komandan perang, presiden, raja, cenayang, hingga seorang bocah berkulit gelap.
Wajar mereka semua memandang iri. Sebab sang pendusta terbesar yang pernah ada di muka Bumi sudah dibebaskan. Mereka kira si tua berjanggut mendapatkan pengampunan. Nyatanya tidak seperti asumsi mereka. Ada misi yang sangat berat yang tengah diampu si tua berjanggut. Misi yang sangat berat sekali, sehingga terasa mustahil.
Namun bagi Sang Pencipta tiada yang mustahil. DIA-pun maha pengampun. Selalu ingat pula akan janji-janji-Nya. Si tua berjanggut akan diputihkan jika misi itu terselesaikan dengan sempurna. Syukur-syukur si tua berjanggut memberikan lebih dari yang diminta.