Genre: Cerita Anak
Di sebuah kota, berdirilah sebuah sirkus yang bernama Sirkus
Boni. Sirkus Boni merupakan sirkus favorit warga kota tersebut. Karena hampir
tiap akhir minggu, sirkus tersebut selalu dikunjungi. Banyak atraksi yang dipertunjukan
di sirkus tersebut. Contohnya itu, atraksi akrobat di atas tali yang digantung, pertunjukan
badut, atraksi telan pedang, pertunjukan sulap, dan masih banyak lainya
pertunjukan lainnya.
Namun dari antara pertunjukan
tersebut, ada satu yang merupakan kesukaannya para pengunjung sirkus tersebut.
Pertunjukan tersebut adalah pertunjukan badut. Khususnya lagi, apabila badut
favoritnya tampil, yaitu Pepito. Tiap kali Pepito tampil, pasti pengunjung
sirkus tertawa terbahak-bahak. Apapun atraksi yang ditampilkannya, pengunjung
selalu tertawa. Bahkan walaupun itu atraksi lama yang sudah pernah ditampilkan,
pengunjung akan tetap tertawa.
Diambil dengan menggunakan kamera yang ada di handphone Nokia Lumia, pada saat Jak-Japan Matsuri 2014. Tentunya dengan sedikit suntingan agar terkesan dramatis. He-he-he. |
Harusnya Pepito senang. Karena
sebagai seorang badut, ia berhasil membuat para pengunjung sirkus tertawa.
Bukankah tugas seorang badut adalah membuat pengunjung tertawa? Tapi Pepito
tidak terlalu senang. Ia tahu pengunjung tertawa bukan karena keahliannya
melucu. Namun para pengunjung tertawa adalah karena penampilannya Pepito.
Terlebih lagi, karena wajah dan riasannya Pepito.
Itulah sebabnya, setelah ia selesai
tampil, ia langsung menghampiri pemilik sirkusnya, Pak Boni. Ia langsung
berkata bahwa ia berhenti dari sirkus tersebut. Terang saja, Pak Boni tidak
bisa menerimanya. Pak Boni terus mengikuti Pepito, setelah Pepito pergi
meninggalkan Pepito tersebut. Bahkan Pak Boni terus mengikut hingga Pepito
sudah berjalan di sebuah trotoar yang ramai.
“Pepito, tunggu!” panggil Boni.
“Ayolah, kamu badut terbaik di sirkusku. Jangan berhenti. Aku akan membayar
lebih dari badut-badut lainnya. Aku berjanji.”
Pepito menghentika langkahnya dan
menatap wajah bosnya tersebut. “Terimakasih buat tawarannya, Pak Boni. Tapi
keputusanku sudah bulat. Aku tetap keluar dari sirkus tersebut.”
“Tapi kenapa?” tanya Pak Boni dengan
ekspresi kebingungan. “Kamu kan badut terbaik di sirkusku. Pengunjung selalu
tertawa saat melihatmu tampil.”
“Iya, mereka tertawa. Tapi tertawa
karena apa? Atraksi yang kubuat? Atau karena wajahku ini?” kata Pepito dengan
kesal. “Mereka tak pernah memandangku serius. Bahkan saat aku serius pun, pengunjung tertawa juga.”
Lalu
Pepito menyebutkan beberapa rumus kimia dan fisika yang pernah dibacanya dari
buku. Setelah ia selesai menyebutkannya, para pejalan kaki tertawa
terbahak-bahak. Termasuk Pak Boni sendiri.
Kemudian
setelah menyebutkan beberapa rumus tersebut, ia mencoba membacakan puisi yang
ia buat. Ia mengeluarkan selembar dari kantonnya dan membacakan puisi yang
tertulis di sana. Hasilnya tetap sama. Para pejalan kaki dan Pak Boni tetap
tertawa. Begitupun juga saat mencoba berakting. Lagi-lagi tertawa. Pepito jadi
kesal.
Tak
jauh di sana, terjadi peristiwa penjambretan. Seorang wanita muda dijambret
tasnya oleh dua orang penjambret yang menaiki sepeda motor. Saat dua penjambret
tersebut melihat Pepito, mereka ikutan tertawa. Mereka tertawa terbahak-bahak
waktu melihat Pepito yang berjalan sambil cemberut. Akibatnya, sepeda motor
yang mereka berdua naiki oleng. Lalu sepeda motor tersebut menabrak lampu jalan
yang ada di trotoar. Sontak saja banyak orang langsung menghampiri kedua penjambret
itu.
Pepito
yang melihat kejadian tersebut jadi sedih. Ia lalu berkata ke Pak Boni, “Lihat
kan? Pak Boni bisa lihat kan? Bahkan orang yang naik motor pun jadi kehilangan
konsentrasi gara-gara melihat wajahku saja.”
Untung
saja wanita yang jadi korban penjambretan tersebut berdiri tak jauh dari sana.
Ia langsung ikut menghampiri kedua
penjambret tersebut dan mengatakan ke orang-orang di sana bahwa mereka seorang penjambret. Lalu setelah itu,
wanita tersebut mendatangi Pepito.
Ia
tidak tertawa, melainkan hanya tersenyum dan malah berterimakasih kepada Pepito.
“Bang, terimakasih yah. Kalau bukan gara-gara abang yang bikin mereka tertawa
hingga menabrak lampu jalan, pasti mereka berhasil membawa pergi tasku.”
Setelah
wanita tersebut berkata seperti itu, para pejalan kaki bertepuk tangan. Mereka
bertepuk tangan, karena ‘aksi pahlawan’ Pepito tersebut. Pepito jadi terharu
melihatnya.
Keesokan
harinya, Pepito menjadi semakin terkenal. Namun kali ini bukan lagi karena
wajah lucunya yang selalu membuat orang tertawa. Kali ini ia terkenal karena
berhasil menolong seorang wanita dari penjambretan. Bahkan saking tertawanya,
ia jadi berita utama di koran-koran lokal.
Oh
ya, selain menjadi terkenal, Pepito kembali menjadi badut di Sirkus Boni. Ia
kembali menjadi badut, karena pengunjung sirkus tidak lagi tertawa karena wajahnya.
Kini, para pengunjung sirkus hanya tertawa karena atraksi yang dibawakannya.
Itupun tak hanya tawa juga yang mereka berikan. Mereka juga memberikan tepuk
tangan dan sorak sorai pujian buat setiap atraksi yang dipertunjukan oleh
Pepito.
PS: Sebetulnya, kalau boleh jujur, cerpen ini terinspirasi dari sebuah serial komik yang ada di majalah Donal Bebek yang terbit sewaktu aku masih anak kecil yang masih unyu-unyu stroberinya. Namanya juga terinspirasi, lho. Jadi tentunya ada banyak perubahan; tak seratus persen mirip dari sang inspirator. Cerpen ini merupakan salah satu dari sekian cerpen di awal saya baru belajar bagaimana cara membuat sebuah cerita pendek dengan baik dan benar. Sempat dikirim ke sebuah media, namun ditolak. Ya sudahlah, ketimbang menganggur di laptop, aku publikasikan saja di sini. Enjoy yah!
Kereeen.. Aku sukak endingnya. Bahagia. :D
ReplyDeleteTapi emang uda bakat kali ya kalok Pepito itu wuchuuuuuw :3
itu notenya enggak enak banget masa unyu-unyu stroberi haha
ReplyDeleteThank a lot, all. Thank atas komentar-komentarnya. Thank juga buat yang silent reader. Dilihat dari trafiknya, berarti emang dibaca. Makasih. Jadi semangat nih nulisnya lagi. Matur nuwun.
ReplyDelete