Hello!
Today, I am gonna post one of my story again. The story had already graduated as the chosen ones on the anthology. Ho-ho-ho. Lucky me. So please enjoy the story.
Because the contest is Indonesian story writing contest, so i write the post by Indonesian. So sorry, if you translate it by Google Translate, and then you don't keep recognizing what the story talking about is. He-he-he.
*****
Dengan gigi-giginya yang terus
bergemelutuk, Karel beringsut menuju bangku Ester. Ester merupakan gadis
berambut panjang dan berpipi tembem – yang sudah lama ditaksirnya. Akhirnya,
setelah sekian bulan hanya menjadi pemuja rahasia – dan itu sangat menyiksa
batin, Karel berani juga untuk menyatakan perasaannya pada Ester. Yah walau
hanya lewat surat saja.
Sebelum menyapa, Karel
celingak-celinguk. Aman. Di kelas, hanya ada dia dan Ester. Bukankah sekarang
juga masih jam 06.18 pagi? Jarang juga ada murid yang datang sepagi ini. Ini
juga Karel datang sepagi ini… yah demi Ester. Ia pikir, lebih enak berbicara dengan gadis bersuara cempreng itu
di pagi hari; saat dimana hanya ada beberapa orang remaja di dalam kelas.
Eh sebetulnya sih, selain ia dan
Ester, ada tiga orang lagi. Tapi tiga orang itu tak berada di dalam ruang
kelas. Toh kegiatan belajar mengajar juga belum dimulai.
Karel terus menggesek-gesekan gigi
atas dengan gigi bawah. Punggung mulai berkeringat. Jari-jarinya ditekan
beberapa kali, hingga timbul bunyi yang sepertinya Ester bisa mendengarnya.
Buktinya, Ester langsung tahu ada dirinya di samping gadis tersebut.
Ester
tersenyum, Karel berusaha menahan keringat dingin yang mengucur di dahi. Cowok
yang berambut cepak itu menggaruk-garuk rambut belakangnya.
“Eh Karel,” sapa Ester dengan senyum
dan tatap penuh arti. Mungkin cewek itu sudah tahu alasan cowok itu
mendekatinya.
“Gi-gi-gini, lho, Ter,” kata Karel
gugup. “soal surat itu, yang kukasih ke kamu sepulang sekolah itu… kamu udah
baca kan?”
Ester mengangguk. “Iya, aku udah
baca. Terus?”
“Te-te-te-terus tanggapan kamu
gimana?” Karel menggaruk-garuk dahinya yang begitu basah.
“Hmm…” ujar Ester. “Gimana yah?”
Cewek itu cukup lama terdiam; itu bikin jantung Karel terus berdentum-dentum.
“Eh tapi itu bikinanmu, kan?”
Karel mengangguk. “I-iya, itu aku
yang bikin, kok?”
“Serius kamu?” Ester mengernyitkan
kening. “Kok aku nggak yakin yah? Soalnya pakai bahasa Inggris sih. Bahasa
Inggris-mu itu bukannya selalu jelek yah? Paling tinggi aja enam koma sekian.”
Ester memang sudah dikenal sebagai
cewek yang kalau bicara itu nyelekit.
Tapi cinta tetap cinta. Kata orang, kalau sedang jatuh cinta, tahi ayam pun serasa
coklat.
“I-iya, serius aku, itu emang
bikinan aku,” kata Karel yang semakin keringat dingin.
“Masa?” selidik Ester yang masih
kurang percaya. “Maaf nih yah, aku semalam iseng aja googling suratmu itu, dan
beberapa kalimatnya kok sama persis yah kayak puisi Wislawa Szymborska, penulis
dari Polandia itu.
Ester gesit mengambil sesuatu dari
dalam ransel warna merah jambunya. Sementara Karel mulai pasi. Jujur saja,
surat itu bukan murni dari pikirannya. Ia hanya mencampur-adukan beberapa
kalimat dari beberapa sumber yang ia dapatkan – tiga hari silam – dari
internet.
Cewek itu menunjukan pada Karel
lagi, surat itu. Itu merupakan surat cinta yang khusus dibuat untuk Ester.
Selain surat cinta itu, ada juga beberapa lembar kertas hasil cetak dari sebuah
situs.
“Nih, lihat deh,” tunjuk Ester ke
beberapa kalimat di surat itu. “…yang ini: ‘every
beginning is only a sequel, after all, and the book of events is always open
halfway through’. Jangan kamu bilang, itu kebetulan. Mana ada kebetulan
yang bisa sama persis begini? Terus ada lagi kutipan dari puisi ‘Aku’-nya
Chairil Anwar. ”
Lalu cewek itu mengangkat cukup
tinggi surat cinta Karel itu. Ester menyeringai cukup tajam dirinya.
“Sebetulnya ini apaan sih? Buat apa kamu kasih ke aku? Kamu mau nyatain perasaan
ke aku, Rel?”
Dipandangi seperti itu, Karel mati
kutu. Bibirnya kelu.
“Kalau ini surat cinta, maaf yah,
aku nggak bisa nerima kamu. Aku udah punya cowok sebetulnya; dia sekolah di
sekolah lain dan nggak banyak murid di sekolah ini yang tahu soal cowok aku
itu. Dan…” Hening sebentar. “….saran nih, lain kali kalau mau bikin surat
cinta, pakai kata-kata sendiri, dong. Jangan comot kata-kata orang.”
Seketika itu juga, Karel serasa
tubuhnya mengerut. Semakin mengerut hingga tak terlihat oleh Ester.
Please, after reading the story, buy the anthology either. I really appreciate that, if you wanna buy the one. If you're interested to buy, here the link is: Penerbit Harfeey. Contact the publisher for planning to buy the book. Thank you in advance, guy! God bless. Godspeed!
mungkin Karel masih pemula, jadinya banyak copasnya #kayakBloggerAja :D
ReplyDeletebtw, link https://www.facebook.com/PenerbitHarfeey Account Temporary Unavailable -_-
ReplyDeleteBtw Facebook kayaknya lagi maintenance. Aku ngalamin ganguan mulu dari tadi pas buka
Deleteoualah gitu yah ... kayaknya sih gara2 heartbleed itu yah
DeleteKasian banget si Karel, gw tau banget perasaannya pas Ester bilang udah ada cowok.. sakiiiitttt... hahahaha..
ReplyDeleteSudah lupakan, kan udah ada gandengan baru.... =D
DeleteDi cerca kalimat2 yg to the point gitu, rasanya pengen jedotin kepala ke lantai aja, 'sadis' jg ceweknya
ReplyDeleteBener banget. Hahaha. Dan faktanya -- berdasarkan pengalaman juga, cewek-cewek 'sadis' gitu banyak lho di dunia ini. =D
Delete