Rasa-rasanya bukan warga Jakarte, kalau nggak ke Monumen
Nasional a. k. a. Monas. Itulah sebabnya, waktu tanggal 16 September 2011 lalu
– sebelum menghadap Pembimbing Skripsi , aku mampir ke Monas. Padahal bukan
warga DKI juga sih, yah walau lumayan sering juga ke kota metropolitan, karena
kampusnya ada di sana. Hehehe.
Sejak bus 77 mulai langka, aku lebih sering ke kampus naik
bus 116 / bus P 100, turun di Harmoni, lalu dilanjutkan dengan naik Trans
Jakarta. Kalau ke kampus sih, biasanya aku turun di halte Bendungan Hilir/Benhil, tapi tiba-tiba saja terbersit untuk bertandang ke Monas dulu. Maka
turunlah aku dulu di halte Monas. Apalagi waktu itu masih sekitar jam 9 pagi.
PS-nya bisa ditemui di atas jam 10. Ketimbang planga-plongo nggak jelas di
kampus, mending hang out dulu sebentar di monumen kebanggaan buatan Insinyur
Silaban ini. :D
Kalau masuk ke sininya, nggak bayar, kok. Yang bayar itu kalau ke museum diorama dan puncaknya. |
Dari halte Monas, aku melanjutkan ke Monas dengan jalan kaki. Mungkin banyak yang nggak tahu kali yah, kalau masuk halaman Monas-nya itu nggak bayar. Kita hanya bayar buat masuk museum dioramanya dan naik ke puncaknya. Dan itu tarifnya beda-beda. Waktu ke sana, aku hanya bayar Rp 3500, buat masuk ke museum dioramanya. Itu tuh adanya di bagian dasarnya Monas – yang bentuknya segitiga itu. Tadinya mau ke puncaknya, tapi apa daya kondisi keuangan nggak mendukung.
Pintu masuk ke museum diorama. |
Oya, jalan kaki dari pintu gerbang Monas hingga gedung Monas-nya itu nggak kalah menyenangkan dengan jalan kaki dan berolahraga di komplek Gelora Bung Karno (* Sebetulnya ada transportasinya juga, sih. Tapi kayaknya mahal dan jauh lebih seru jalan kaki juga. :P). Suasananya masih asri banget. Udaranya lumayan sejuk. Satu lagi, waktu sudah di pelataran Monas-nya, kita benar-benar seperti di pegunungan – atau mungkin serasa di dunia/dimensi lain. Soalnya di sana, suara hiruk pikuk macetnya Jakarta itu nyaris tak terdengar. Aku merasa, kok kayak bukan di Jakarta yah? Hmm, mungkin karena pengaruh pepohonan rimbun yang berada di sekitar Monas, jadi suara-suara bising dan polusi terserap.
Untuk ke pelataran Monas-nya, kita nggak bisa langsung ke sana. Selain pelatarannya itu dipagar, kita harus bayar tiketnya dulu, dimana loketnya itu letaknya lumayan jauh. Jaraknya itu bisa kali dibikin ajang balap lari. Hehehe. Dan loketnya itu (sepertinya) sengaja dibuat di bawah tanah. Benar-benar deh, seru saja masuk Monas lewat jalur bawah tanah. Jadi serasa lagi berada di sebuah kastil, terus ada musuh menyerang, dan kita kabur lewat pintu rahasia bawah tanah (#ModeImajinasiLebay: ON).
Di museum diorama, nggak terlalu seru juga sebetulnya.
Selain penerangannya yang kurang, dioramanya juga nggak terlalu menarik
perhatian. Aku kira, dioramanya itu bisa bergerak. Eh tahunya, diam seperti
patung (* Memang patung, kan? Patung mainan. Hehehe.) Sebetulnya bakal
lebih menarik lagi,kalau dibikin bergerak. Jadi kita benar-benar merasakan
suasana dioramanya.
Tapi, at least, perjalanan ke Monas lumayan juga. Selain
fisik jadi sehat – gara-gara kebanyakan jalan, otak juga nggak jenuh karena
skripshit. Cuci mata juga dengan suasana Monas yang masih asri. Oya, gara-gara
kebanyakan jalan, sepulang dari sana, kedua kakiku jadi nyeri - apalagi keesokan harinya, beuh. Pegal-pegal
doang sih sebetulnya. Tapi nggak apa-apa deh. Soalnya aku jadi merasakan,
atmosfer yang berbeda waktu ke Monas. Yaitu suatu atmosfer yang membuat kita
tak merasa sedang di Jakarta. :D
This is my video, the way i spend my quality time at Monas. :D
Terimakasih sudah berpartisipasi dalam Popcorn's 2nd Anniversary Nuel,.. Sudah saya catat :)
ReplyDeletekemonas enaknya itu hari kerja ya jadi gak ngantri
ReplyDeletebelum pernah ke Monas -_-
ReplyDeletewah fotonya itu lho. pake acara kedipin mata. hehee
ReplyDeletesaya malah belum pernah masuk kedalamnya loh haha malu euy... !
ReplyDeleteThanks videonya, saya udah liat sampai selesai loh :)
owalah.. temen-temenku nyebut benhil itu singkatan toh -__-" kirain sebutan untuk tempat keren kayak rokok benhill...
ReplyDeletewah jadi pingin ke monas segera..
gua kemarin juga baru ke monas loh bang ihiy XD
ReplyDeleteblm pernah ke monas ^^
ReplyDeleteaku usul, monas dipugar lalu ditinggiin...
ReplyDeletesekarang kan banyak gedung jakarta lebih tinggi dari monas, masuk gedung2 tersebut (secara teori) ga bayar
jadi monas kalau pasang tarif, musti ditinggin dulu :p
Waaaaaaahhhhhhhh...
ReplyDeleteMonas!!!!!!!!!!!!
*reaksi orang yg belum pernah kemonas*
*udiknya gue*
hehehe