ONE STORY ONE PHOTO: Di Negeri Dongeng.....




Genre: Fantasi



Huah! Dimana aku ini? Seingatku aku tadi berada di dalam kamar tidurku, deh. Ada tempat tidur dengan seprei bergambar klub sepakbola favoritku, Inter Milan.Terus ada juga meja belajarku dengan bagian raknya penuh koleksi komik dan buku-buku cerita kegemaranku. DI samping meja belajarku, ada lemari bajuku dan cermin persegi panjang yang menggantung di dinding kamarku yang berwarna putih.

Tapi kini… kini aku berada di sebuah padang pasir. Jauh di seberang sana, aku melihat ada sebuah kota yang sering kulihat di buku-buku ceritaku. Kota itu dikelilingi benteng tebal dan jalannya itu terbuat dari batu-batu besar yang disusun di atas permukaan tanah. Banyak orang yang hilir mudik di sana. Dan karena penasaran dimanakah aku berada, aku memutuskan untuk menghampiri kota dalam buku cerita itu.



Dengan kaki-kakiku yang tak mengenakan sandal atau sepatu kesayanganku, aku berjalan ke kota itu. Aduh, kaki-kakiku bisa melepuh nih. Untung saja jarak kota itu dari tempatku berdiri tadi tidak jauh. Kurang lebih sekitar lima belas menit, aku sudah berada di sana.

Di dekat gerbang benteng itu, kulihat ada dua orang penjaga gerbang. Tampangnya agak aneh dan tak seperti manusia. Mereka itu seperti monster yang mengenakan baju besi. Aku agak takut melihat mereka, apalagi saat mereka menatapku balik.

“Hey! Siapa kamu?” gertak salah satu penjaga mengerikan itu.

“A-a-a-a-ku tu-tu-tu-ris…” jawabku gugup.

Mendengar jawabanku itu, mereka berdua langsung menghampiriku dan memegangiku dengan erat sekali. Aku jadi tak bisa kabur dan memasang tampang kebingungan sekaligus ketakutan. Lalu aku dibawa masuk ke dalam kota itu menuju sebuah tempat. Mungkin aku mau dibawa ke istana.

Benar saja. Setelah menyusuri jalan-jalan kota itu dan melihat kebanyakan penduduk kota itu yang berwajah aneh serta tak seperti manusia, dihadapanku kini adalah sebuah istana ala istana di Kerajaan Persia. Pintu masuk istana itu besar sekali dan terbuat dari emas. Aku sampai nyaris menutup mataku melihat kilauan emas itu.

Setelah dua orang penjaga istana itu membukakan pintu besar itu, dua penjaga yang masih memegangiku membawaku masuk ke dalamnya. Oh iya, penjaga istana itu juga berwajah sama dengan dua penjaga yang memegangiku saat ini.

Kemudian dua penjaga menyeramkan ini membawaku masuk ke dalam istana itu, hingga sudah berada di sebuah ruang besar. Di depannya tampak sebuah singgasana bercorak emas. Ada sesosok makhluk aneh yang duduk di singgasana itu yang kuduga rajanya. Makhluk itu mengenakan mahkota emas di kepalanya yang besar sekali daripada tubuhnya yang lebih mungil dariku. Dan di sekeliling raja itu, banyak berdiri makhluk-makhluk berwajah aneh yang kukira pasti mereka itu perdana menterinya, pengawalnya, permaisurinya, dayang-dayangnya, atau mungkin pelayan-pelayannya.

Raja itu menyeringai ke arahku dan aku jadi merinding.

“Siapa namamu, Nak? Dan mau apa ke Negeri Dongeng ini?” tanya raja itu tanpa tersenyum.

“Na-namaku Reno, Tuanku Raja. Aku sendiri tak tahu kenapa aku berada di sini.” jawabku.

Setelah aku menjawab seperti itu, sosok yang seperti Jack di kartu remi yang sering kulihat saat ayahku bermain kartu remi dengan temannya itu mendekati raja itu. Kukira orang itu mungkin perdana menterinya. Orang itu berbisik pada raja.

Mungkin karena bisikannya itu, raja itu jadi melihatku dan berkata dengan lantangnya, “Kamu pasti mata-mata. Dan tempat mata-mata itu cocoknya di dalam penjara bawah tanah. Penjaga, langsung bawa saja dia ke dalam penjara bersama segerombolan makhluk aneh yang akan kita eksekusi besok.

”Segera saja penjaga yang dari tadi masih memegangiku langsung menyeretku pergi dari hadapan sang raja berkepala besar itu. Namun sebelum raja itu menghilang dari pandanganku, aku berteriak dengan lantangnya juga. Aku tak terima diperlakukan seperti ini. Aku memberontak.

“Aku bukan mata-mata, Raja. Sumpah, aku bukan seorang mata-mata. Aku saja tak sengaja bisa berada di tempat seperti ini.”

Namun suara kerasku itu tak didengar oleh raja dan yang lainnya. Aku tetap saja diseret oleh kedua penjaga ini dan dibawa ke sebuah ruang bawah tanah yang masih berada di dalam istana ini.
Ruangan bawah tanah itu sama seperti yang kulihat di komik-komik atau di kartun-kartun. Agak gelap, berdebu, dan banyak sekali tikus dan serangga yang kutemui. Yah ke sanalah aku dibawa dan dimasukan ke dalam salah satu sel.

Sel itu dipenuhi oleh sekurangnya lima orang. Setidaknya itulah yang kulihat sendiri. Kalau lebih dari itu, aku tak tahu. Di sini agak gelap, dan di sini pula lah aku dijebloskan oleh raja berkepala besar tadi.

Setelah meletakanku ke dalam sel itu pengap itu, kedua penjaga berwajah mengerikan itu pergi meninggalkanku sendiri. Aku bingung, sebetulnya aku ini sedang bermimpi atau tidak, sih?

Masih memegangi jeruji besinya, aku merasa sedang didekati oleh seseorang. Aku menoleh dan rupanya seorang anak  yang sepertinya kukenal. Anak itu berambut agak panjang dan rambutnya itu nyaris menutupi tengkuk lehernya. Anak itu juga mengenakan kacamata dan ia seperti temanku di kelas 6A, Aulia.

“Aul, kok kamu bisa ada di sini?” tanyaku pada anak itu langsung.

“Sembarangan kalau bicara. Namaku Fernando, bukan Aulia, nama kampungan itu.” kata anak itu kesal.

“Maaf, kukira kamu temanku di sekolah. Habis wajahnya mirip sih. Sama-sama berambut agak panjang dan berkacamata.” Aku meminta maaf pada anak itu.

Setelah kulihat-kulihat, anak itu tak seratus persen mirip dengan Aulia. Rambutnya itu agak pirang, samar-samar kulihat. Cara bicaranya juga aneh, seperti orang bule yang sedang berbicara dengan bahasa Indonesia.
“Oya, Fernando, sebetulnya aku berada dimana, sih? Dan apa itu Negeri Dongeng? Ini bukan mimpi, kan?” tanyaku penasaran.

Untung Fernando ini bukan tipe pendendam. Ia tidak marah lagi, sewaktu aku memanggilnya Aulia. Ia malah menjawabku dengan tersenyum.

“Ini bukan mimpi, Teman. Kamu sedang berada di Negeri Dongeng, dimana dongeng-dongeng yang selama ini kita dengar lewat buku-buku cerita hidup. Tadi sewaktu kamu diantar ke sini, kamu pasti melihat banyak sekali makhluk-makhluk yang mirip dengan tokoh-tokoh di buku cerita. Iya, kan?”

Aku diam sejenak. Kalau dipikir-pikir, benar juga kata-katanya Fernando ini. Tadi seingatku, aku sempat melihat serigala berbaju manusia, sosok seperti Aladin dan Abu, monyetnya, terus ada juga sosok seperti manusia kue.

Lalu aku mengangguk pelan.

“Terus, kenapa aku bisa ada di sini?”

“Itulah pertanyaan yang sama saat aku pertama kali tiba, Kawan.” jawab Fernando dengan menepuk pundakku.  “Oya, omong-omong, siapa namamu?” Ia menjulurkan tangannya mengajak bersalaman.

Aku balas salamannya itu. “Namaku Reno, dari Indonesia.”

“Oh Indonesia? Aku ingin sekali bisa pergi ke sana. Aku ingin mengunjungi Bali, Raja Ampat, Bunaken, Danau Toba, atau Tangkuban Perahu.” ucap Fernando dengan antusias.

“Kamu sendiri darimana asalnya?” Giliranku yang bertanya dan kami selesai bersalaman..

“Aku dari Meksiko. Dan ini teman-temanku. Kami semua sebelumnya tak saling kenal, karena kami berasal dari tempat yang berbeda-beda. Ini Takeshi dari Jepang, ini Li dari China, ini Rahul dari India,  ini Abdul dari Arab Saudi, dan ini Steffy dari Amerika Serikat.” jawabnya sambil mengenalkan penghuni sel lainnya yang rupanya sebaya denganku juga.

“Aneh.” ujarku sambil mengerutkan dahiku. “Aku, eh maksudnya kita ini semua kan berasal dari negara yang bahasanya berbeda-beda. Tapi kenapa kita jadi bisa saling berbicara dengan lancar satu sama lain, yah?”

“Itu karena kita berada di Negeri Dongeng, Reno.” jawab Takeshi yang berambut cepak. “Saat aku bertemu dengan mereka semua ini juga, aku juga bingung kenapa mereka bisa tahu bahasaku dan aku tahu juga bahasa mereka.”

“Mungkin di Negeri Dongeng ini membuat semua hal yang tak mungkin di dunia kita jadi mungkin. Jangan-jangan, kuduga kita semua bisa terbang atau jadi seperti Superman lagi.” timpal Li, anak laki-laki yang memakai topi merah.

“Wah kenapa selama ini aku tak mencoba terbang saja yah?!” celetuk Abdul, anak laki-laki yang berbadan besar.

Aku jadi tertawa melihat kata-kata Li dan Abdul barusan.  Melihatku tertawa, mereka semua jadi ikutan tertawa.

“Sepertinya kamu sudah tak takut lagi, Reno.” goda Fernando nyengir.

“Tidak lagi, sih, walau aku masih bingung kenapa aku dan kalian semua malah dijebloskan ke dalam penjara ini. Memangnya kita semua salah apa?”

Tak ada satupun yang menjawab pertanyaanku itu. Mereka semua hanya mengangkat bahu mereka, pertanda mereka juga sama bingungnya denganku. Yang menjawab pertanyaanku barusan malah sebuah suara yang datangnya dari pojok sel, dan ke sanalah kami semua pergi.

Tampak juga, teman-teman baruku ini kaget mendengar suara itu. Kelihatannya juga mereka baru sadar terhadap sosok manusia selain mereka semua. Bisa kumaklumi, sih. Suasana di penjara bawah tanah ini agak gelap dan berdebu. Wajar saja kan, kalau mereka tak menemukan orang itu sebelumnya.

Yah ternyata ada satu orang lagi yang berada di sel ini. Orang itu sudah tua renta badannya kurus kering. Ia duduk sambil menyenderkan punggungnya ke dinding sel. Orang tua ini tak mempermasalahkan sama sekali, saat kedua kakinya digerayangi oleh serangga kecil seperti kecoa, laba-laba, atau semut.

“Kalian dianggap mata-mata, karena kalian semua itu dianggap datang dari angkasa luar. Dan itu semua juga karena perbuatanku dan teman-temanku dua puluh tahun silam. Saat itu, salah satu temanku berhasil menciptakan sebuah mesin yang bisa membuat kita bisa masuk ke dalam buku cerita. Lalu temanku yang lainnya punya ide kreatif lainnya.”

“Idenya itu ialah mengumpulkan beberapa buah buku cerita dan meletakannya di atas sebuah area dari mesin itu yang berbentuk seperti meja. Katanya, mungkin akan jadi sebuah petualangan menarik kalau banyak buku yang diletakan di mesinnya daripada hanya satu buku saja. Kami setuju dan berangkatlah kami masuk ke dalam buku-buku cerita itu. Tak kami sangka-sangka, kami rupanya malah tiba di Negeri Dongeng ini. Dan karena kami datang dari langit, kami langsung dianggap sebagai sebuah ancaman.”

“Keempat temanku itu berhasil kabur dan masuk ke dalam mesin itu. Tapi aku malah tertangkap dan dimasukan ke dalam penjara. Oleh raja dan perdana menterinya, aku dituduh sebagai mata-mata dari sebuah planet asing dan berencana menyerang Negeri Dongeng. Mereka tak percaya, saat kubilang aku berasal dari dunia lain, dan  jujur saja aku agak kesulitan menjelaskan pada mereka kalau aku berasal dari dunia manusia. ” cerita si kakek itu.  “Oh iya, namaku sendiri Andy. Senang berkenalan dengan kalian semua.”

“Terus kenapa kami semua bisa jadi ke sini?” tanyaku bingung.

“Apa ada hubungannya dengan mesinnya teman Kakek itu?” timpal Fernando.

“Kuduga seperti itu, Nak. Dan aku punya firasat, jangan-jangan temanku itu malah menciptakan mesin yang bisa membuat kita pergi ke dunia paralel.” jawab Kakek Andy.

“Dunia paralel? Apa itu?” tanya Abdul memasang ekspresi bingung.

Kakek Andy tersenyum.

“Dunia paralel itu adalah dunia lain selain dunia kita sendiri.” jawab Steffy yang dari tadi hanya diam saja.

“Oooh….” ujar Abdul singkat.

“Terus bagaimana kita pulang dari sini, Kek? Aku sudah tiga bulan ini tak bertemu orangtuaku. Mereka pasti sedang mencariku.” kata Li sedih.

“Aku takut kita tak bisa keluar dari dunia paralel ini. Kita bisa keluar kalau saja ada mesin itu dan sampai sekarang ini, aku tak mendengar kabar dari sipir penjara, mesin yang membawa teman-temanku itu datang lagi ke negeri ini.” ucap Kakek Andy tanpa ada maksud menakut-nakuti.

“Dan kita semua jadi terjebak di sini selamanya dan menunggu dieksekusi besok?” balasku pada ucapan Kakek Andy barusan.

Mendengar kata eksekusi itu, mereka semua jadi terkaget-kaget dan memasang tampang ketakutan. Li, bocah yang bermata sipit itu jadi menangis kencang dan Steffy berusaha menenangkannya.

“Apa? Eksekusi?” pekik Fernando. “Maksudmu, kita semua bakal dihukum mati, begitu?”

Aku mengangguk pelan.

Di sela-sela ketakutan mereka dan juga diriku ini, tiba-tiba saja Abdul mengeluarkan sebuah celetuk yang tak lucu.

“Eksekusi? Eksekusi itu apa sih?”

Hari eksekusi pun tiba. Segerombolan pasukan monster berwajah mengerikan dan mengenakan baju besi mendatangi penjara bawah tanah ini. Beberapa di antara mereka mendatangi sel dimana aku dikurung, lalu membukanya dan menyeret paksa aku dan yang lainnya keluar dari dalam sel dengan tangan yang diborgol. Kini kami semua harus pasrah dibawa mereka ke sebuah tempat.

Kukira, mungkin tempat eksekusinya itu di sebuah lapangan terbuka. Kami dieksekusi di hadapan raja, permaisuri, perdana menteri, keluarga kerajaan, para dayang-dayang, para pelayan istana, hingga penduduk Negeri Dongeng. Setidaknya begitulah yang kutahu dari sebuah komik yang kubaca dulu. Dan eksekusinya itu mungkin… kepala kita akan dipancung. Hiiy, ngeri!

Aku baru tahu, ada banyak juga manusia yang ditangkap. Tak hanya anak-anak saja yang berada di penjara, tapi ada juga remaja dan orang dewasanya. Tapi kata Kakek Andy yang berdiri di depanku, mereka semuanya dimasukan ke dalam penjara waktu mereka masih seusiaku. Itu berarti mereka sudah dikurung lama sekali menunggu waktu eksekusinya. Kurang lebih juga, total semuanya ada empat puluh orang, termasuk aku dan teman-teman baruku di sel kemarin.

Dugaanku rupanya benar. Sekitar empat puluh orang dibawa ke sebuah lapangan. Lapangan itu ramai sekali. Telah banyak penduduk Negeri Dongeng yang datang ke sana untuk melihat kami semua dieksekusi, entah dengan cara apa. Para penghuni istana emas itu pun sudah tiba dan duduk di bangku-bangku istimewa yang sudah disediakan.

Kuperhatikan dengan cermat, makhluk-makhluk yang merupakan penduduk Negeri Dongeng memang pernah kulihat ada di buku cerita. Ada Si Kancil, ada Aladin dan monyetnya, ada Serigala dalam kisah Gadis Berkerudung Merah, ada Pinokio, ada manusia kue, ada juga tiga ekor babi kecil yang berdiri seperti manusia. Tempat ini benar-benar negeri dongeng.

“Mama… Aku takut…” ucap Li tersedu-sedu.

“Aku belum siap mati, Tuhan. Aku masih mau meraih cita-citaku jadi penyanyi.” timpal Steffy yang tersedu-sedu juga.

Tampak mata Abdul, Takeshi, dan Fernando juga berlinang air mata. Mereka sama ngerinya denganku menghadapi eksekusi ini. Hanya Kakek Andy saja yang berwajah tenang. Ia berusaha menenangkan kami semua yang ketakutan saat kami semua sudah berada di atas podium bersama manusia-manusia lainnya. Kami semua menunggu dieksekusi sekarang. Aku, Fernando, Takeshi, Li, Abdul, Steffy, dan Kakek Andy berdiri dalam satu barisan di antara barisan-barisan lainnya yang juga akan dieksekusi.

“Tenanglah, kalian semua.” kata Kakek Andy. “Apakah kalian lupa dengan ide cemerlang kalian itu?”

“Ide cemerlang? Ide apa?” tanya heran.

“Iya, Kek, Memangnya ada salah satu dari kami semua yang memberikan sebuah ide cemerlang?” timpal Fernando yang sama  bingungnya.

“Kalian lupa? Padahal aku sendiri saja ingat ada yang berkata seperti ini ‘Mungkin di Negeri Dongeng ini membuat semua hal yang tak mungkin di dunia kita jadi mungkin. Jangan-jangan, kuduga kita semua bisa terbang atau jadi seperti Superman lagi.’ Hei kamu bertopi merah, kamu kan yang berkata seperti itu kemarin?”

Li jadi kebingungan. Ia tampak berusaha mengingat-ingat lagi apa yang ia ucapkan kemarin.

“Ah sudahlah, mungkin kamu lupa. Abaikan saja. Dan lebih baik kenapa kalian tak mencoba melompat-lompat? Yah siapa tahu saja benar, kalian semua  bisa terbang.” ucap Kakek Andy. “Ayo loncat-loncat!”

Hmm, benar juga yang dibilang Kakek Andy barusan. Ini Negeri Dongeng, bukan? Mungkin saja, apapun bisa terjadi. Lalu aku lah orang yang pertama yang mencoba melompat-lompat, yang diikuti oleh yang lainnya. Benar saja, aku merasa tubuhku seperti melayang. Aku melihat ke bawah. Kedua kakiku sudah tak lagi menginjak tanah. Aku terbang dan tema-temanku pun juga terbang.

Para penduduk Negeri Dongeng terperangah, termasuk juga para penghuni istana emas.  Tak hanya itu saja, manusia-manusia yang lain juga ikut terperangah. Bahkan kulihat, mereka juga ikut melompat-lompat sepertiku tadi dan mereka juga terbang. Akhirnya semua manusia yang ditangkap sudah berada di atas awan. Kami semua kini sedang berencana kabur dari Negeri Dongeng, walau juga bingung mau kabur kemana.

“Sial! Mereka bisa terbang juga, rupanya.” sahut sang raja kesal.

“Prajurit semua, panah mereka-mereka itu. Cepat!” teriak sang perdana menteri pada prajurit-prajurit yang berdiri tak jauh dari perdana menteri itu duduk.

Seketika itu juga, prajurit-prajurit itu mulai mengarahkan busur dan panah mereka ke arah kami semua. Anak panah pun mulai meluncur deras dan kami semua berusaha menghindarinya. Karena tak kena, mereka menembakan anak panah lainnya. Kali ini, beberapa anak panah mengenai beberapa dari antara kami dan membuat mereka semua jatuh ke tanah.

“Ayo buruan kabur!” teriak Kakek Andy. “Kalian tak mau kan mati sia-sia?”

Aku dan teman-temanku mengangguk dan kami semua secepat mungkin bergerak terbang ke meninggalkan Negeri Dongeng. Kami semua terbang sambil berusaha menghindari anak-anak yang panah yang ditembakan oleh para prajurit di bawah sana. Saat itu juga, aku melihat satu persatu manusia mulai berjatuhan ke bawah.

Oh tidak! Aku belum mau mati sekarang. Aku masih ingin sekali meraih cita-citaku sebagai seorang penulis seperti penulis kebanggaanku itu, Dustin Krysanovic. Aku memacu sekuat tenaga untuk segera meninggalkan Negeri Dongeng barusan. Keringat mulai bercucuran di sekujur tubuhku. Kulihat juga, semua teman-temanku ini berwajah tegang dan ketakutan. Tak ada satupun dari mereka yang tersenyum.

Tiba-tiba saja aku mendengar suara Fernando yang mengerang kesakitan. Aku menengok ke belakang dan melihat dirinya terkena anak panah dan jatuh ke bawah. Tak hanya Fernando saja, tapi juga Steffy, Abdul, dan Takeshi juga terkena temabakan anak panah tersebut. Mereka bertiga jatuh ke bawah. Langsung saja, aku mengalihkan pandanganku. Aku takut melihat kelanjutannya, soalnya. Aku juga agak takut melihat darah.

 Walaupun sudah banyak manusia yang kena tembak, para prajurit tetap terus menembakan anak panah mereka. Satu persatu manusia mulai berjatuhan. Hanya tinggal beberapa orang saja yang masih terbang di langit seperti aku, Li, dan Kakek Andy. Tapi sepertinya itu hanya sebentar saja. Karena mereka pun juga tertembak dan mulai berjatuhan ke bawah. Bahkan…

…salah satu dari anak panah itu terasa menyentuh perutku. Rasanya sakit sekali saat anak panah itu berusaha menembus perutku dan keluar lewat punggungku. Begitu sakitnya, sampai-sampai aku merasa aku akan ikut terjatuh juga ke bawah menyusul Li dan Kakek Andy yang juga terkena anak panah itu. Kami semua akan jatuh ke bawah.

“TIDAAAAAAAAK!!!!” teriakku sekencang-kencangnya sambil berusaha menahan rasa sakit.

“Tidaaaaak!!!!” teriakku kencang.

Saat aku sudah membuka mataku, kukira aku sudah berada di surga, Ternyata aku berada di dalam kamarku. Tepatnya lagi, terkapar di atas lantai. Fiuh, ternyata yang tadi itu hanya mimpi saja. Sudah kuduga kan yang tadi itu memang mimpi.

Oh iya, aku jadi kapok membaca dua novel misteri itu. Gara-gara novel berjudul ‘Mesin Tik Berhantu’ dan 'The Haunted Chamber' itu, aku malah bermimpi buruk dan menyeramkan. Kali lain, aku tak mau membaca buku-buku seram lagi sebelum tidur, ah. Aku benar-benar kapok.

Segera saja aku bangkit berdiri. Kutengok jam dinding yang terpajang di atas meja belajarku. Sudah jam 05.45, rupanya. Itu artinya, aku harus bersiap-siap berangkat sekolah. Sekolahku dimulai jam tujuh tepat dan aku tak mau terlambat ke sekolah. Aku tak mau dihukum berdiri di lapangan bendera lagi. Sudah panas, bikin capek lagi.

Aku berjalan cepat menuju lemari bajuku dan mengambil seragam sekolahku, yaitu seragam putih-merah. Saat aku berjalan ke pintu kamarku, aku baru sadar mamaku sudah berdiri di sana. Sudah berapa lama yah mama berdiri di sana?

“Eh Mama. Mama ngapain di kamarku? ” sahutku padanya.

“Mama mau bangunin kamu, soalnya. Habisnya tumben kamu baru bangun di jam segini.” jawab Mama tersenyum.

“Oya, kamu tadi habis mimpi buruk yah? Sampai mama dengar kamu mengingau kencang sekali. Kamu habis mimpi apa sih, kalau Mama boleh tahu?” tanya Mama.

“Mimpi yang buruk sekali, Ma.” jawabku yang masih merasakan suasana di mimpiku barusan. Aku masih merasakan kengerian saat akan dieksekusi.

“Aku mimpi aku berada di Negeri Dongeng. Negeri itu merupakan sebuah kota yang cukup luas dan dikelilingi tembok-tembok tebal, Ma. Di negeri itu, hiduplah semua tokoh-tokoh dongeng yang selama ini aku tahu dari buku cerita saja. Terus, aku dibawa dan dimasukan ke dalam penjara oleh penjaga gerbangnya. Oleh rajanya, aku akan dieksekusi bersama manusia-manusia lainnya yang disekap dalam penjara.” Aku menceritakan mimpiki itu pada mamaku.

“Oh iya, Ma, di salah satu selnya, aku juga bertemu dengan lima orang anak dari negara-negara lain dan anehnya aku mengerti apa yang mereka ucapkan.”

Mamaku berusaha menahan tawa saat ,mendengar ceritaku barusan.

“Wah, wah, wah. Itu pasti karena kamu membaca cerita seram lagi sebelum tidur yah?” ucap mama tersenyum.

Aku mengangguk pelan. Lalu aku menundukan kepalaku, karena takut diomeli.

“Kan Mama sudah bilang, jangan baca yang seram-seram sebelum tidur. Dan kena sendiri kan akibatnya. 
Kamu ini memang sulit yah dinasehati?” ucap Mama lagi sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

Sambil menundukan kepala, aku berkata, “:Iya, ma, aku menyesal enggak mendengarkan nasehat Mama.”

“Bagus kalau kamu akhirnya menyesal,” kata Mama tersenyum. “Dan sekarang lebih baik kamu mandi, kalau kamu enggak mau telat dan dihukum lagi.”

“Baik, Ma.”

Mama bergegas keluar kamarku. Aku menyusul di belakangnya. Aku kini bersiap untuk mandi sebelum sarapan pagi dan pergi ke sekolah dengan sepeda kesayanganku. Namun tak jauh dari kamarku berada, Mama menengok ke arahku. Ia menatapku sambil tersenyum.

“Reno, mimpimu itu bagus, lho kalau ditulis jadi sebuah cerita. Terus kamu kirim, deh, ke majalah anak-anak favoritmu. Lumayan kan bisa menambah uang saku.” Kata Mama.

“Bagus apanya, Ma? Mengerikan, iya.” kataku cemberut.

“Kamu kan bisa bikin versi lainnya yang lebih indah. Seperti kamu yang hidup di negeri dongeng itu sambil berusaha untuk keluar dari sana. Akhir ceritanya kamu bisa ceritakan kamu dan yang lainnya akhirnya bisa keluar juga dari negeri tersebut.” kata Mama lagi.

Benar juga apa yang dibilang Mama barusan. Kalau dipikir-pikir, jarang kan ada cerita seperti mimpiku itu. Selama aku membaca buku cerita, aku belum dengar ada sebuah kisah tentang negeri dongeng, dimana di dalamnya hidup tokoh-tokoh dongeng seperti putri duyung, kurcaci, raksasa, peri, babi yang bisa berjalan seperti manusia, boneka kayu seperti Pinokio, robot, hingga raja tadi yang kepalanya berukuran lebih besar dari badannya.  Hmm, Mama benar juga.

Ah, nanti sepulang sekolah nanti, aku mau langsung menuliskan mimpiku itu ke dalam sebuah cerita. Tapi tentunya saja tanpa bagian saat aku berada dalam penjara atau saat dieksekusi itu. Aku tak mau anak-anak yang sebaya denganku malah jadi bermimpi seram setelah membaca ceritaku yang nantinya dimuat di majalah. Aku janji akan membuat yang lebih indah daripada mimpiku itu. Cukup aku sajalah yang merasakannya.



Comments

PLACE YOUR AD HERE

PLACE YOUR AD HERE
~ pasang iklan hanya Rp 100.000 per banner per 30 hari ~