Buka Dapur Pembuatan #misiterakhirrafael



Kata pengantar dari "Misi Terakhir Rafael: Cinta Tak Pernah Pergi Jauh"
Yak, mari sedikit mundur ke belakang. Maaf rada telat, tapi aku mau cerita sedikit soal "Misi Terakhir Rafael: Cinta Tak Pernah Pergi Jauh" alias #misiterakhirrafael , novel perdanaku di tingkat major.

Sebelumnya di post sebelumnya, aku sudah cerita kan, novel itu idenya datang saat aku mau tidur. Tiba-tiba saja muncul di otak, tak bisa dicegah, seperti cinta. Pret, mentang-mentang novelnya novel romance. Belagu sekali aku ini. Haha.



Lalu, beberapa hari setelahnya, tak langsung diketik di komputer. Awalnya draft-nya kutulis di buku catatan, yang sayang bukunya entah di mana. Awalnya  pun tak mudah. Maklum aku bukan anak Sastra. Sejak jaman sekolah, aku tak memiliki latar belakang menulis sama sekali. Nilai Bahasa Indonesia saja lebih rendah daripada Bahasa Inggris. Disuruh mengarang bebas, malah bikin lautan ombak di lembar jawaban. Sungguh terlalu!

Dan, pas kubaca draft itu, sepertinya oke juga. Iseng-lah aku mengetikan draft awal hingga jadi satu paragraf. Kalau tak salah, sekitar 20 halaman berhasil kuketik (dengan banyak kesalahan redaksional). Tapi yah itu lebih bagus. Ketimbang tak dicoba. Di samping itu, eh mendadak terpikirkan ide lainnya selain bakal novel "Misi Terakhir Rafael: Cinta Tak Pernah Pergi Jauh". Sempat terbengkalai, tuh, hingga 2-3 bulan. Hingga akhirnya memilih untuk meneruskan. Sebab aku selalu berprinsip akan meneruskan apa yang sudah aku mulai; juga akan mempertanggungjawabkan apa yang sudah aku lakukan. Dapatlah tambahan 10 halaman lagi. Total jadi 30-an halaman draft awal.

Sempat ragu aku sama isinya. Bagus tidak? Yang begini ada di toko buku, pembaca bakal suka, tidak? Dan masih banyak keraguan lainnya. Yang karena itulah, yah aku coba meminta opini teman sekolahku, Selvie Natalia yang semanis es krim stroberi. Selvie tak keberatan. Selang sebulan sudah ada jawabannya. Kata Selvie, "Lumayan bagus sih, Man. Cuma menurut gue nih, tokoh Mikha-nya terlihat gampangan yah. Kalo gue jadi Mikha, nggak segampang itu terima tawaran Gabriel buat ke rumah Gabriel kali."

Dari Selvie berlanjut ke teman-teman kuliah, yang hanya Daniel Budi yang memberikan respon awalnya. Katanya, "Lumayan menarik, Wel. Saran gue sih, coba cari nama tokoh dan judul yang lebih catchy."

Walau demikian, saran-saran mereka berdua aku terima, sempat malas untuk meneruskannya. Kesibukan kuliah jadi salah satu alasannya. Alasan lainnya: malas dan kering ilham. Baru terpikirkan untuk melanjutkannya lagi setelah lulus. Hiatus yang lama sekali yah, dari 2009 sampai 2012. Aku lanjutkan sampai selesai dan meminta beberapa masukan dari beberapa teman bloger.

Seperti dari Yen Hamidah yang mengomentari naskah awal dari "Misi Terakhir Rafael: Cinta Tak Pernah Pergi Jauh":










Lalu, ada Ellious Grinsant:






Terus, masih ada dari Dina Kania, seorang penulis yang juga sama-sama tengah merintis karir sebagai penulis.






Masih ada lagi Riyan Hasanin yang kasih komentar: "Bagus, Nuel, naskah lu. Tapi coba lu perhatiin ejaan dan penempatan tanda baca. Juga, kok gaya bahasanya berubah? Terasa aneh di telinga gue, haha. Kenapa nggak pake gaya bahasa yang di blog lu aja?"

Ada juga si Mpok Naya Harun (Hai, Mpok! Gimane kabarnye?) yang mengomentari isinya seperti ini: "Aku suka banget novelnya, Nuel. Bagus banget. Jarang-jarang juga, loh, ada novel kayak gini. Terus, gimana nasibnya Mikha? Mikha sama siapa? Kan Gabriel udah punya Becky. Kok jadi nggak tega yah, Gabriel sama Mikha, yah walau Becky emang nyebelin banget sih. Moga happy ending yah. Emang mau gimana juga ending-nya, Nuel?"

Anyway, dua yang terakhir itu sembari ingat-ingat juga komentarnya seperti apa. Maklum waktu itu mereka balasnya di Facebook yang sudah kututup karena akunnya dibajak. Huhuhu. Juga, masih ada beberapa komentar lainnya. Tapi yang masih terngiang, yah mereka-mereka itu. Masih ada Mbak Fanny Fredlina, Santy Novaria, dan beberapa teman lainnya. Semua komentar dari mereka semua itu sungguh menjadi bahan pertimbangan aku waktu meneruskan "Misi Terakhir Rafael: Cinta Tak Pernah Pergi Jauh". Macam-macam, deh, segala masukannya. Seperti ada malah yang meminta aku agar cowok selingkuhan Becky itu dibikin naksir Mikha. Masih ada lagi yang minta agar Gabriel dibikin playboy dan nakal sedikit. Kata temanku yang lainnya, "Gabriel-nya baik bangeeeeeet.... Gak percaya ada cowok kayak Gabriel sekarang ini. Masa sih, Nuel? Terinspirasi dari siapa?" Yang jelas bukan dari aku. Aku kan tipe cowok-super-duper-brengsek-yang-bisanya-kasih-janji-tapi-tak-bisa-ditepati. Aku mana pernah jadi cowok sebaik Gabriel, yang membayar ongkos perbaikan mobil Mikha, juga mentraktir Mikha. Mana mau juga aku menemani seorang perempuan ke sebuah lokasi pemboman yang banyak mayat dan darah. Ini kadang suka berpikir, si Mikha ini perempuan dengan selera aneh bin ajaib. Adakah di jaman sekarang ini, perempuan seperti Mikha yang rada-rada nyentrik? 

Hmm... memang yah, kita hidup di dunia ini memang tak bisa sendiri. Jujur, kalau saja tak ada masukan dari beberapa teman dan saudaraku, #misiterakhirrafael ini tak akan pernah ada di rak-rak toko buku, walau bernasib cukup tragis. Ya sudahlah, namanya juga baru debut. Syukuri saja dulu seperti itu. Dan, beneran kok, aku tak sedang cari sensasi sewaktu menuliskannya. Bisa dilihat juga dari komentar-komentar di atas, bukan? Seperti post sebelumnya, Yang Di Atas jauh lebih mengerti isi hatiku waktu menuliskan "Misi Terakhir Rafael: Cinta Tak Pernah Pergi Jauh". Yang sudah memandang negatif (apalagi yang tega menyembunyikan dan melarang beli) kan selalu ada balasannya. Benar, tidak? 

Finally, without all of you, I'm nobody and nothing. Tanpa masukan dari mereka semua, "Misi Terakhir Rafael: Cinta Tak Pernah Pergi Jauh" hanyalah seonggok file Word, atau parahnya hanya ada dalam sebuah buku tulis. Tak lupa juga peran Tuhan, yang sudah membantuku dalam menuliskannya. "Misi Terakhir Rafael: Cinta Tak Pernah Pergi Jauh" ini juga suatu novel yang penuh keringat juga. Aku harus riset sana-sini. Buka situs ini, buka situs itu. Baca ini dan itu. Tanya beberapa orang. Dan, dikerjakan di tengah kesibukan kuliah, skripsi, juga dalam mempersiapkan wisuda--serta kesibukan-kesibukan lainnya. Rasanya sewaktu puluhan kali ditolak, mau menangis darah saja. Hampir putus asa sebelum Tuhan mempertemukanku dengan DeTeens yang luar biasa baik hati. Bahkan mereka rela mengeditnya hingga seperti saat ini.

Bisa dibilang pula, #misiterakhirrafael ini bikan murni buah pikiranku. Hey, kalian para komentatornya, #misiterakhirrafael ini novel kalian juga, loh! Boleh, dong, turut mempromosikannya juga.  Nanti selalu akan ada balasan ilahinya.  ^^

Oh iya, deadline untuk give away "Misi Terakhir Rafael: Cinta Tak Pernah Pergi Jauh" itu akhir tahun loh. Mana kiriman fotonya? Haha. Bagi yang tak memiliki Instagram, kirimkan saja ke lubis.immanuel@gmail.com yah.



"Misi Terakhir Rafael: Cinta Tak Pernah Pergi Jauh" bersama seorang calon pembaca, @vyselvia di Toko Buku Togamas.






Comments

PLACE YOUR AD HERE

PLACE YOUR AD HERE
~ pasang iklan hanya Rp 100.000 per banner per 30 hari ~