Macam Pelajar SMA yang Harus Remedial

 

Lucu saja melihat saat ada salah satu wakil rakyat yang coba menjelaskan tentang pendapatan mereka. Aduh, Pak, Bu, itu logika hitung-hitungannya bagaimana? 

Kalian benar-benar bikin aku makin garuk-garuk kepala. Kalau dipikir-pikir, 3 juta × 26 hari kerja = 78 juta itu saja sudah salah kaprah. Pertama, kos-kosan itu dibayar bulanan, bukan harian. Jadi logika “kali 26 hari kerja” itu, menurut aku, macam pelajar SMA yang harus remedial. 

Apa kelakuan mereka suka begitu? Yang suka pakai hitungan ngaco biar argumennya terlihat masuk akal. Padahal, makin dijelaskan malah makin bikin ngakak. Dikira warganet di negara ini bodoh apa? Begitu-gitu, sebagian dari mereka  punya insting matematis yang lebih sehat. 

Omong-omong, Pak, Bu, kos-kosan di sekitar Senayan rata-rata 3 juta. Itu juga sudah dapat kamar dengan fasilitas AC, Wi-Fi. Bahkan kadang ada kosan yang punya jasa laundry. Aneh saja kalau mereka bilang butuh 50 juta hanya untuk tunjangan rumah. Jelas-jelas angka itu terlalu berlebihan.

Yang bikin tambah kocak lagi, pembelaannya malah menjadi blunder. Alih-alih meredakan kritik, justru menjadi bahan meme baru. 

"Ketika ditanya kenapa telat bayar utang, jawab aja: 3 juta × 26 hari = 78 juta.”

Di balik kelucuan ini, ada hal serius juga yang aku tangkap. Kalau pola pikir seperti ini terus dipakai, tidak heran uang rakyat bisa terbang entah kemana. Salah perhitungan kecil bisa menjadi dalih untuk menggelembungkan anggaran. Pantas saja, ada BUMN lagi berlomba-lomba siapa paling cepat mengkorupsi anggaran negara. 

Lebih edannya lagi, mereka sering kali menganggap rakyat tidak paham. Padahal, di jaman serba media sosial begini, kelakuan-kelakuan nyentrik mereka, aku jamin pasti langsung dibuat viral. 

Daripada menghitung tunjangan rumah 50 juta, lebih baik belajar Matematika lagi. Salah-salah, siap-siap pindah dari hotel bintang lima ke Hotel Prodeo, dengan fasilitas eksklusif yang dibiayai negara juga.