Genre: Romance
R15 V3 (sumber: Ron Youtube) |
".....Ky, kamu masih marah sama aku? Dari tadi sms aku didiemin aja?"
Begitulah
aku mengetikan sederet kata-kata ke gebetan aku, Becky. Aku bingung aku
salah apa ke Becky. Tahu-tahu Becky sudah sebegitu marahnya denganku.
Marahnya perempuan memang lebih mengerikan daripada binatang buas
manapun. Hidupku jadi tak tenang karenanya. Malam nanti, bisa dipastikan
aku tak bisa tidur tenang. Mana besok itu sudah mulai musim ujian di
sekolah.
Sudah
setengah jam berlalu. Belum ada respon dari Becky. Ayo, dong, Becky,
balas SMS aku. Balas sekali saja, itu kan tak menguras pulsamu. Jangan
beginikan aku, Becky. Aku juga punya harga diri.
Lama
juga. Sekarang sudah pukul sembilan dua puluh. Sudah hampir dua jam
lebih, belum ada respon dari Becky. Becky masih marahkah? Atau, kalau
aku mencoba berpikiran positif, mungkin Becky tengah sibuk. Ah, mungkin
sudah tidur. Bukankah sudah di atas jam sembilan malam? Ya, sudahlah.
Lebih baik aku tidur.
Aku
taruh ponsel di atas nakas. Aku bergegas ke dalam kamar mandi. Untuk
gosok gigi sebelum tidur. Dengan langkah gontai, aku menuju tempat
tidur. Kupaksakan mata terpejam. Aku sulit masuk ke alam mimpi. Bayangan
wajah Becky berkali-kali muncul dalam memori. Becky, Becky, Becky,
Becky, Becky.
Mendadak
aku teringat dengan segala momen bersama Becky. Saat aku dan dia di hotel
tersebut hampir sepuluh tahun yang lalu. Dandanannya sangat cantik.
Mengenakan topi lusuh seperti itu, itu membuat Becky menjadi semakin
manis saja. Saat itu, kala aku dan remaja laki-laki tengah asyik
mengobrol, Becky sontak menghampiri. Dia mengenakan kaus you-can-see yang dilapisi kardigan merah. Eh, sebentar, itu you-can-see atau tank top? Sampai sekarang aku belum bisa membedakan mana you-can-see, mana tank top. Haha. Yang jelas, Becky sangat menawan untuk aku pribadi.
Suaranya
yang sangat merdu di telingaku. Sorot matanya yang sangat menusuk-nusuk
ulu hati aku. Pun, bagaimana seorang Becky menggerakan kedua lengannya.
Sempurna. Dialah gadis sempurna yang pernah kutemui.
Aduh, Becky, segeralah balas SMS aku. Balas juga chat aku. Jangan diabaikan begitu saja. SMS aku bukanlah koran semata--batinku sembari melirik ke arah nakas.
Aduh,
bagaimana aku bisa tidur nyenyak!? Besok kena omel kepala sekolah lagi
aku. Ayo, Andrian, lekas tidur. Tidur, Andrian. Terima fakta bahwa Becky
sudah menjadi dingin seperti es di kutub selatan. Mungkin ini yang
dinamakan penolakan. Kata orang, penolakan dari perempuan itu bagaikan
sebuah rasa sakit yang tak berdarah. Aku akui itu sangat benar. Malam
ini merupakan buktinya.
Eh,
tapi aku penasaran Becky marah seperti itu karena apa. Belum pernah
Becky semarah dan sedingin itu. Apa penyebabnya, yah? Tak ada orang yang
marah tanpa alasan, bukan? Hah, aku menghela napas. Sepertinya aku
bakal tidur larut lagi, nih.
Aku
kangen Becky yang dulu. Becky sekarang sudah berubah. Becky jauh lebih
dingin, yang aku bingung salahku di mana. Masa dua hari lalu aku
dibentak-bentak begitu lewat SMS? Katanya: "Dri, bisa nggak kamu nggak
usah SMS-SMS aku dulu sementara ini? Aku lagi pusing, nih. Ganggu,
tauk!" Astaga, dulu Becky tak pernah seperti itu. Semarah-marahnya
Becky, tak pernah ia sampai bilang SMS aku itu pengganggu. Salah aku
apa? Di mana letak kesalahanku?
Lalu, tiap aku menelepon Becky, dia selalu me-reject. Sialan, SMS tak dibalas, chat diabaikan, telepon aku di-reject melulu. Oh, Becky, kamu membuat hatiku merana. Jelaskan padaku, aku salah di mana.
Driiin!
Ponselku
berbunyi. Tergopoh-gopoh aku berjuang ke arah nakas. Jam menunjukan
pukul sebelas dua belas. Sudah mau terlelap, ada nada dering. Mungkin
dari Becky. Dugaanku benar, memang dari Becky. Pucuk dicinta, ulam pun
tiba.
"Dri,
maaf yah, baru balas SMS kamu. Aku beberapa hari ini sibuk banget.
Situasi di kantor aku lagi memanas. Ada pergantian pimpinan soalnya.
Pusing banget aku." begitu bunyi pesan Becky tersebut.
Aku
gesit membalas pesannya. "Ah, nggak apa-apa. Apalah artinya seorang
Andrian Tambunan di mata gadis cantik bernama Rebekah Hasian Gultom?"
Balas Becky lagi. "Udah ah, jangan gombal gitu. Udah malam. Ntar digodain kuntilanak, loh."
"Haha.
Aku kuat iman, kok. Masih lebih cantik kamu daripada kuntilanak. Oh
iya, kamu kenapa sih, akhir-akhir ini jadi dingin sama aku. Aku tuh
nggak bisa diginiin, hehe."
Setelah itu, tak ada balasan lagi dari Becky hingga akhirnya aku jatuh ke pulau kapuk.
*****
"Bro, lu kenapa, sih?" tanya temanku, Ronnie.
Sekarang ini aku tengah bersama teman-teman motovlogger aku. Kami berada di sekitar Serpong Design Center--atau biasa disebut SDC. Rencananya hari ini aku mau nge-vlog. Ada seorang bapak yang memintaku melakukan test ride motor R15 V3. Bayarannya lumayan untuk menambah tebal dompet.
Aku hanya nyengir. "Ya udah, yuk, gue test ride dulu,"
Ronnie berdecak. "Lu kenapa? Manyun aja. Di sekolah, ada masalah? Baru ditolak gebetan?"
Maksud
hati menahan diri untuk tidak curhat, eh bibirku malah keceplosan.
"Begitulah, Bro. Becky udah tiga bulanan ini dingin banget sama gue."
"Ya udah, cerita dulu sama kita-kita. Sambil ngopi kita. Tapi lu bayarin, yah." canda Ronnie.
Aku
mulai menceritakan masalahku. Kutunjukan pesan demi pesan dari Becky.
Kuceritakan pula, bagaimana berubah drastisnya sikap Becky kepadaku
selama dua-tiga bulan ini. SMS diabaikan. Telepon suka di-reject melulu. Chat diperlakukan seperti koran (maksudku, hanya dibaca).
"Ini
kayaknya lu ditolak, Bro," ujar Putra. "Udahlah, cari cewek lain aja.
Cewek banyak, Bro. Nggak cuma si Becky itu. Lagian Becky juga nggak
cakep-cakep amat."
"Yah, namanya juga udah cinta, Put." jawabku sumringah. "Tai ayam berasa es krim Cornetto. Nggak bisa pindah ke lain hati."
Suasana
langsung pecah. Keempat temanku terbahak-bahak, termasuk diriku yang
bermuram durja. Saking pecahnya, kubiarkan saja Bastian yang sibuk
mengambil gambar. Ah, paling untuk kepentingan vlog-nya.
"Tapi, sih, Bro," sahut Bastian. "Yang gue tangkap, kayaknya lu pernah bikin salah sama Becky, deh. Gimana, viewer, dugaan gue benar nggak sih? Ada yang pernah alami yang kayak gini juga?"
Aku tertawa kecil. Ku berbisik padanya, "Ntar, edit, yah,"
Bastian mengangguk. Obrolan kami pun berlanjut. Kadang berubah menjadi debat kusir. Kadang berubah menjadi sebuah talkshow yang hangat. Yang jelas, tak pernah obrolan kami menjelma menjadi gontok-gontokan. Solidaritas tetap terjaga.
Di tengah-tengah itu, aku teringat dengan kejadian saat itu. Mungkinkah Becky marah karena itu?
Padahal,
aku hanya iseng saja menggodai Becky. Basa-basi sedikit. Sebab, aku
pernah baca di majalah, basa-basi yang tepat bisa mempercepat proses
jadian. Masalahnya, apakah basa-basiku itu sudah benar? Aku iseng bilang
begini, "Hati-hati kalau kamu jalan sama Edo, Ky. Dia kan pelit banget.
Mana napasnya bau banget. Eh, pulangnya jangan malam-malam, yah. Nggak
baik begadang itu, Ky."
Eh,
aku malah dibentak. "Apaan sih, Dri, ngomongnya? Ngasal banget!
Seenggaknya Edo pernah ngajakin aku nonton. Lah, kamu? Diajakin jalan,
alasannya sibuk mulu." Lalu, panggilan pun berakhir. Padahal aku
betul-betul sibuk. Dia sering berhalangan pun, aku tak pernah sewot ke
dia.
Heh. Apa karena itu, Becky jadi dingin ke aku?
"Betewe,
Bro, menurut gue, Becky kayaknya mendem suka sama lu. Malu-malu mau
gitu. Kayak kucing malu-malu." Ronnie terbahak. "Yah, itu sih yang gue
tangkep."
Yang
lain pun mengangguk-angguk mengiyakan. Putra menyumbang saran, "Ya
udah, kalau menurut lu, dia marah karena itu, lu minta maaf aja. Gentle-lah. Lu itu cowok, bukan bencong Taman Lawang."
*****
Malamnya, sekitar pukul sembilan dua puluh, aku beranikan chat
lagi. Begini bahasanya: "Ky, aku nggak tahu kamu ada masalah apa sama
aku. Udah tiga bulanan ini kamu dingin begini sama aku. Kamu kenapa, Ky?
Kalau aku ada salah, yah aku minta maaf. Oh iya, apa mungkin kamu marah
gara-gara waktu itu, yang soal Edo itu? Aku minta maaf kalau begitu.
Aku beneren nggak tahu sebegitu pentingnya Edo untuk kamu."
Lama juga balas dijawab. Butuh waktu hampir setengah jam, chat aku dibalas Becky.
"Aduh, Andrian, apaan sih? Lagi ada masalah gini di kantor, kamu malah chat
yang nggak jelas. Bikin aku tambah pusing aja. Bikin nambah masalah aku
aja. Udahlah, jangan ganggu-ganggu aku lagi. Capek pulang, malah dapet chat nggak jelas!"
Aku
kaget bukan kepalang. Apa maksudnya? Pesanku dianggap tak jelas? Ini
dia benar-benar marah, yah? Ah, pusing aku. Apa aku harus mundur saja?
PS:
Cerpen
ini terinspirasi dari beberapa obrolanku dengan teman-teman. Sekali lagi
mengingatkan, ini hanya fiksi. Mohon maaf jika ada yang tersinggung. 😊
No baper!
Comments
Post a Comment
Pembaca yang baik adalah yang sudi mau meninggalkan komentar. ^_^
Nice reader is the one who will leave lot of words in the comment box. ^_^