ONE STORY ONE PHOTO: Sebuah Negeri dan Penggunaan Mantra Aneh








[Mohon maaf jika ada kesamaan nama tokoh, tempat, atau peristiwa. Murni hanya kebetulan belaka]







Genre: Misteri






Dokumentasi pribadi (No edited).




"Kamu serius--ditugaskan Bos ke sana?" tanya salah seorang rekan dengan mimik ketakutan yang membuatku geli.

Aku mengangguk. "Memangnya kenapa sih?"

Ia merapatkan tubuh lekat-lekat padaku dan berbisik. Ah seolah yang mau disampaikannya itu sangat bersifat rahasia sekali. "Yang kudengar negeri itu cukup berbahaya. Itu bagaikan sebuah buah yang sedap dari luar, namun pahit dan asam di dalamnya. Negeri itu sering melantunkan mantra-mantra aneh, kau tahu. Itu mantra yang sangat berbahaya sebetulnya. Tapi masyarakatnya tak tahu sama sekali, sebab mereka tak pernah diberitahukan. Yang mereka tahu mantra itu bikin tenang jiwa mereka. Teduh, katanya. Belum lagi praktek pernikahan aneh nan tak manusiawi. Juga praktek perdagangan yang sebetulnya sadis. Kebaikan-kebaikan yang mereka ajarkan juga semu dan sesungguhnya sebuah kekejian."

"Jangan berprasangka negatif dulu," kataku tersenyum lebar. "Lagipula Bos yang mengirimku. Pastilah dia mengirimku ke tempat-tempat yang aman saja."

"Kata siapa?" tantang temanku sengit. "Yang kudengar, Bos kita memang seperti itu, tak pernah memberitahukan rencana yang sebenarnya. Dia hanya bilang tempat itu aman dan sejahtera selama kita sepenuhnya percaya padanya. Lagipula saat masa orientasi, kan Bos selalu bilang tugas-tugasnya itu tak pernah enteng."

Seketika aku bergidik. Ingin rasanya aku membatalkannya. Namun temanku itu dengan berengseknya nyengir dan berujar, "Tenang saja, walau yang kukatakan itu benar, percayalah pada Bos dengan sepenuh hatimu. Pasti kamu tak akan kenapa-kenapa. Bukankah tiap dari kita itu dianugerahi oleh Bos pedang rohani yang luar biasa dahsyat."

Lalu ia melengos meninggalkanku begitu saja. Aku perlahan melipat tangan dan berdoa supaya aku pergi dan pulang dengan utuh dan selamat. Tiap kata dan cerita dari temanku itu tertancap dalam-dalam di sanubariku.


Kalau saja bukan karena atasan yang memerintah, aku ogah ke negeri ini. Awal-awalnya negeri ini menyenangkan. Pemandangannya indah nian. Makanannya sedap luar biasa. Serta budayanya yang lucu di mataku. Makin lama aku merasa negeri ini semakin aneh saja.

Negeri ini memang aneh. Panasnya gila-gilaan. Tapi bukan panasnya yang aku permasalahkan. Kebiasaan masyarat sini yang meresahkanku. Di jam-jam tertentu, salah satu pimpinan mereka pasti mendengungkan itu lagi.

Itu?

Yah itu. Aku bingung menjelaskannya. Itu terdengar seperti sebuah lagu di telingaku. Cukup merdu awalnya. Berikutnya, makin lama makin terasa aneh. Bak sebuah mantra saja.

Tahu mantra, kan? Seperti 'abrakadabra' atau 'hocus pocus'. Seperti itulah terdengarnya. Mantra itu dahsyat sekali. Begitu sang pemimpin mendengungkannya, mereka seperti kerbau yang dicucuk. Menurut saja. Sama sekali tak melawan. Tak bisa melawan, tepatnya.

Aku saja, jujur, tak kuat mendengar mantra tersebut. Ya ampun, masa tak ada yang sadar? Tak adakah yang mengeluh sakit kepala saat mendengarnya? Gila!

Sebetulnya aku sendiri bingung. Yah bingung, mengapa bisa tercipta mantra-mantra seperti itu. Mengapa tak ada yang menyadarinya? Namun kalau kurenungkan baik-baik, bahasa yang digunakan cukup aneh. Aku bisa bahasanya. Cukup sulit untuk mempelajarinya. Abjad per abjadnya harus dibentuk sedemikian rupa demi membentuk suatu kata. Tak hanya itu, intonasi cukup berpengaruh. Beda intonasi, beda dengungan, beda arti pula. Itulah yang terjadi.

Tengah senggang, kuputuskan untuk membuka buku tebal itu. Di tempatku, buku tebal itu sangat berpengaruh. Banyak orang berhasrat untuk menghapalnya. Padahal tahu maknanya saja tidak.

Kuucapkan satu demi satu kata-katanya. Awalnya terdengar syahdu dan menenangkan jiwa. Namun lambat laun...

...ASTAGANAGA!!!!!

Apa ini? Aku tak salah bacakah? Aku pun tak salah mengartikankah? Seperti sebuah bentuk lagu pemujaan ke sebuah dewa. Dewa apa, aku tak tahu.

Tapi kalau kupikir, ada satu keanehan lainnya. Penggunaannya itu. Sepertinya itu sungguh sebuah mantra. Menurut ilmu faal yang kupelajari semasa SMA dulu, suara itu memiliki jarak tempuh yang terbatas daripada cahaya. Suara pasti akan hilang dalam radius beberapa kilometer. Dari jarak 1 km saja, kau berteriak ke temanmu tak akan terdengar. Apalagi mantra-mantra itu. Bagaimana mungkin bisa terdengar ke jarak 2 km setelahnya, belum lagi suaranya harus melewati beberapa bangunan kopel. Aneh, bukan?

Belum lagi mereka suka melantunkannya beberapa kali. Melantunkannya dalam cengkok yang dibuat unik. Sungguh bak sebuah mantra saja. Sihir yang luar biasa pula.

Omong-omong, kebiasaan masyarakat ini juga aneh. Apa itu terkait dengan buku besar tersebut? Praktek yang tak lazim dan--menurutku--tak manusiawi. Anehnya, beberapa dari mereka menyebutnya wajar, tak aneh, dan sangat mulia. Padahal terlihat sekali begitu otoriter dan tiraninya. Apa mantra-mantra itu sudah mencuci otak yang mendengarnya? Kudengar, beberapa kalimat dalam satu bahasa tertentu, jika diucapkan dengan teknik tertentu, bisa mencuci otak dan mempengaruhi pikiran yang mendengarnya. Mungkin begitulah yang terjadi. Masyarakat sini begitu penurut karena pengaruh mantra.

Ha-ha-ha.

Mantra yang ada-ada saja.

Praktek pemujaan yang luar biasa.

Penggunaan sihir yang menakjubkan. Kepatuhan masyarakat yang dibentuk oleh penggunaan sebuah mantra; bukan karena kharisma pemimpinnya. Apalagi oleh sang pelopornya.

Negeri ini, mantra-mantra itu,... sudah sungguh mengesankanku; pun menggidikkanku.

*****

Aku berada dalam sebuah pesawat--dalam perjalanan pulang dari negeri aneh nan bikin pusing kepala. Samar-samar kudengar lantunan mantra itu lagi. Bulu romaku berdiri seketika. Kusapukan pandangan hingga kedua bola mata tertumbuk pada seorang pria tua dengan lilitan kain yang mirip sebuah penutup kepala.

Pria itu balas tersenyum saat aku tersenyum kecil padanya. Aku mulai merasa mual. Lebih mual lagi sewaktu mendapati simbol itu. Itu sebuah simbol mengerikan.

Yang pernah kupelajari, simbol itu merupakan sebuah simbol organisasi yang pernah dibredel. Aku tak tahu mengapa organisasi itu hidup kembali. Persetan untuk mereka yang melakukannya. Mereka tak tahu bahaya apa yang terkandung dalam organisasi macam itu. Dari luar tak terlihat. Sebab mereka berhasil menutupinya dengan beragam hal-hal baik yang bersifat semu--yang akan mengantarkan mereka kepada kebinasaan abadi berupa api menyala-nyala dan kertak gigi.

Ah, sialan! Langit menjadi tak bersahabat. Pesawat mulai oleng parah. Guntur meraung dan menyambar seenak jidatnya. Dan...

Oh tidak, aku mohon jangan ucapkan! Baru saja aku akan memberikan peringatan, anak si pria tua berpenutup kepala itu mengucapkannya; mungkin anak si pria tua itu dari seorang istri belia. Tak hanya itu, beberapa mengucapkannya pula.

Seketika aku memejamkan mata rapat-rapat. Bulu roma semakin merinding. Perlahan sebelah tanganku terasa ada yang menyentuhnya. Kuintip sekilas, oh tidak, itu makhluk bertubuh besar sebagai efek dari mantra itu diucapkan. Tak hanya satu, namun ada sepuluh. Gila!

Gila apa?! Monster dilawan monster? Setan dilawan oleh pengikutnya? Yang ada, kita semua bakal mati, TEWAS!

Langsung saja kubentuk tanda penyelamatan. Satu di kening, satu di dada, sisanya di kedua pundak. Semoga kami semua bisa selamat berkat dia. Dia kan bisa segalanya; maha pengampun pula, walau mereka semua menolak untuk diselamatkan.

Aku berharap kita semua bisa selamat. Yah meskipun mereka semua itu menolak. Tapi aku bisa apa? Dari dulu selalu begitu. Kebenaran sejati selalu ditolak kapan pun dan di mana pun. Keinginan dan nafsu duniawi selalu diutamakan. Kedagingan disembah-sembah. Tak ayal jika yang selamat itu hanya sejumput. Dari 20 penumpang bus, hanya 5 yang berhasil diselamatkan. Ingat kasus kota dan hujan belerang itu, kan?

Well, that's this really whole world!

Lebih baik kututup kedua kuping dari mantra-mantra tersebut dan berdoa dengan jalan yang benar. Aku berharap aku masih hidup. Kalau tidak, silahkan salahkan pada negeri dan mantra-mantra aneh tersebut. Mendadak juga aku teringat kata-kata temanku sehari sebelum keberangkatanku. Dan ia benar. Seketika itu aku merasa di kantong celana jinsku ada sebuah pedang. Langsung kukeluarkan dan...

...aku siap menghadapi mereka semua!


PLACE YOUR AD HERE

PLACE YOUR AD HERE
~ pasang iklan hanya Rp 100.000 per banner per 30 hari ~